Revisi UU Terorisme, Peran TNI Diminta Dibatasi
- VIVA.co.id/Syaefullah
VIVA.co.id – Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, meminta dalam pembahasan revisi Undang-Undang Terorisme agar tak ada pemaksaan TNI menangani pidana terorisme. Menurut dia, penanganan sektor keamanan harus konsisten pada pendekatan hukum sipil.
"Mendorong-dorong TNI ikut memberantas dan menindak terorisme dalam RUU Anti Terorisme adalah cara berpikir mundur dan kontraproduktif dengan agenda Reformasi," kata Bambang dalam keteranganya kepada wartawan, persnya, Senin 29 Mei 2017.
Bambang mengakui TNI dapat berperan dalam pemberantasan terorisme. Namun, kontribusi TNI dalam konteks itu hanya bersifat insidentil atau disesuaikan kebutuhan serta derajat permasalahan. Selain itu, fungsi kontribusi TNI ini Juga tak perlu dipermanenkan dalam UU.
"Sama sekali tidak terlihat urgensi menambah atau memperluas tugas pokok dan fungsi TNI melalui revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme," ujar Bambang.
Menurut politisi Golkar itu, jika TNI didorong untuk menyentuh semua pekerjaan penegakan hukum, maka tugas pokok dan fungsi TNI yang sebenarnya akan terbengkelai. Apalagi, dalam hukum sipil, pelaksana eksekutor adalah polisi.
"Kalau hukum sipil, segala sesuatunya harus tunduk dan seturut KUHAP. Pelaksana KUHAP adalah polisi. Dengan begitu, menjadi mustahil jika TNI ditugaskan sebagai institusi tersendiri dalam pemberantasan tindak pidana terorisme," kata Bambang.
Seperti diketahui, Pansus UU Terorisme saat ini diminta secepatnya merampungkan pembahasan revisi. Salah satunya terjadinya bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu mendesak percepatan revisi ini. (ren)