Penambahan Kursi Pimpinan DPR, Kepentingan Siapa?

Pimpinan DPR RI saat paripurna.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menilai usulan penambahan jumlah kursi pimpinan yang muncul dalam proses pembahasan revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau UU MD3 rasanya memuakkan.

Prabowo Berangkat dari Kertanegara ke Gedung DPR/MPR untuk Dilantik jadi Presiden RI

"Bagaimana bisa DPR membuang-buang waktu begitu lama hanya demi menemukan isu soal penambahan kursi pimpinan dalam RUU MD3? Padahal begitu banyak beban legislasi yang ditargetkan untuk setahun ini," kata Lucius melalui pesan singkat kepada VIVA.co.id, Selasa 23 Mei 2017.

Padahal, DPR juga baru menyelesaikan dua dari 50 RUU. Lucius sulit memahami niat DPR untuk mengusulkan penambahan kursi pimpinan yang artinya bahwa peraturan itu hanya terkait dengan kepentingan mereka saja.

Minta Prioritas Bangun Gedung MPR/DPR di IKN, Jokowi: Terserah Prabowo

"Apakah mereka tuli dengan kritikan banyak kalangan yang menilai usulan penambahan kursi pimpinan itu tak lain hanya untuk memenuhi syahwat kekuasaan parpol yang belum memperoleh jatah di singgasana kekuasaan DPR dan MPR?" kata Lucius.

Menurutnya, usulan penambahan kursi pimpinan yang diajukan oleh DPR nyaris tanpa alasan yang pantas diterima. Sejak awal, rencana penambahan kursi itu hanya untuk menampung PDIP yang merasa belum 'afdol' sebagai peraih kursi terbanyak tetapi tak punya wakil di level pimpinan.

Aparat Gabungan Bersiaga di KPU dan DPR Jelang Penetapan Hasil Pemilu

"Rencana tersebut sempat tak berkumandang seiring dengan 'raibnya' proses pembahasan revisi UU MD3 itu sendiri. Setelah sempat hilang beberapa waktu, tiba-tiba muncul permintaan fraksi-fraksi lain diluar PDIP untuk mendapatkan jatah kursi pimpinan juga," kata Lucius.

Ia mengatakan sekarang malah cenderung liar pembahasannya karena adanya usulan soal tambahan kursi hingga ke DPD. Ia mempertanyakan bagaimana bisa dijelaskan hubungan antara usulan penambahan kursi itu dengan fungsi pimpinan lembaga seperti DPR, MPR, dan DPD. Sesungguhnya tak ada urgensi sama sekali.

"Kinerja lembaga politik seperti DPR, MPR, dan DPD sama sekali tak bergantung pada pimpinan, sehingga tidak relevan nampaknya usulan penambahan kursi itu dianggap merupakan sesuatu yang penting," kata Lucius.

Ia menjelaskan semakin banyak jumlah orang yang memimpin, hampir pasti akan semakin membuat proses pembuatan keputusan menjadi tidak efektif. Apalagi, di sebuah lembaga politik dimana suara satu orang saja harus didengar dan perlu dipertimbangkan.

Oleh karena itu usulan penambahan kursi, alih-alih membuat produktivitas kerja pimpinan semakin baik, malah akan menyebabkan kelambanan dan keruwetan.

"Pimpinan DPR juga mempunyai tugas yang tak begitu signifikan dalam kerangka pelaksanaan tugas pokok DPR. Dengan fungsinya yang terbatas, mestinya penambahan jumlah kursi pimpinan sekaligus berarti berkurangnya tenaga pekerja di komisi-komisi dan pansus-pansus DPR," kata Lucius.

Semakin banyak orang yang sehari-hari "nganggur" di DPR serta sibuk dengan ritual pejabat yang tak ada faedahnya bagi rakyat. Maka, sesungguhnya hanya satu alasan untuk usulan penambahan kursi pimpinan itu yakni memenuhi gelora nafsu fraksi akan kekuasaan dan juga memenuhi selera transaksional diantara fraksi.

Makin Molor

Sebelumnya, Revisi Undang Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) yang semula direncanakan cepat rampung kini malah semakin molor. Salah satu penyebabnya, antarfraksi yang masih alot bahas jumlah kursi pimpinan DPR dan MPR yang akan ditambah.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo mengatakan soal berapa kursi pimpinan DPR dan MPR yang akan ditambahkan dalam revisi masih bersifat dinamis. Berbagai macam usulan pun terus berkembang.

"Ada juga usulan bahwa pimpinan DPR ditambah 2, MPR ditambah 6, terus kemudian pimpinan DPD ditambah 2," kata Firman di gedung DPR, Jakarta, Senin 22 Mei 2017. Selengkapnya di tautan ini.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya