Alasan Angket KPK Diusulkan di DPR
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id - Perwakilan pengusul angket terkait Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqulhadi menjelaskan alasan bergulirnya hak tersebut. Menurutnya, Komisi III DPR mendapatkan masukan dan informasi tentang tidak selalu berjalannya pelaksanaan tupoksi KPK sesuai peraturan perundang-undangan dan tata kelola kelembagaan yang baik.
Menurut catatan pengusul, terkait dengan tata kelola anggaran, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK Tahun 2015 mencatat 7 indikasi ketidakpatuhan. Tujuh poin yang disebut itu yakni:
1. Kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas Pelaksanaan Tugas Belajar.
2. Belanja barang pada Direktorat Monitor Kedeputian Informasi dan Data yang tidak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai dan tidak sesuai mata anggarannya.
3. Pembayaran Belanja Perjalanan Dinas, Belanja Sewa dan Belanja Jasa Profesi pada Biro Hukum.
4. Kegiatan Perjalanan Dinas pada Kedeputian Penindakan yang Tidak Didukung dengan Surat Perintah.
5. Standar Biaya Pembayaran atas Honorarium Kedeputian Penindakan.
6. Realisasi Belanja Perjalanan Dinas Biasa tidak sesuai dengan Ketentuan Minimal
7. Perencanaan Gedung KPK tidak cermat sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran.
"Selain yang terkait dengan tata kelola anggaran, Komisi III DPR RI yang melakukan pengawasan terhadap KPK juga mendapatkan masukan serta informasi yang terkait dengan tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan kasus korupsi," ungkap Taufiqulhadi, Jumat 28 April 2017.
Taufiqulhadi juga menyebut terjadinya pembocoran dokumen dalam proses hukum tersebut seperti: Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Cegah-Tangkal (Cekal).
Selanjutnya, dia juga menyebut terdapat dugaan ketidakcermatan dan ketidakhati-hatian dalam penyampaian keterangan dalam proses hukum maupun komunikasi publik. Termasuk, katanya, dugaan pembocoran informasi kepada media tertentu.
"Sehingga beredar nama-nama penyelenggara atau pejabat negara, termasuk anggota DPR RI yang kebenarannya belum pernah dikonfirmasikan kepada penyelenggara atau pejabat negara yang bersangkutan," kata Taufiqulhadi.
Selain itu, menurut pengusul, beberapa elemen masyarakat juga menyampaikan adanya ketidakharmonisan dan sikap insubordinasi dari kalangan internal KPK terhadap pimpinannya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, yang memimpin sidang memutuskan paripurna menyetujui angket e-KTP secara sepihak. Tindakan itu memicu sejumlah pihak melakukan aksi walk out. Mereka antara lain Partai Gerindra, PKB, dan Partai Demokrat.