Alasan Gerindra Walk Out dari Paripurna Angket E-KTP
- VIVA.co.id/Reza Fajri
VIVA.co.id – Fraksi Gerindra melakukan aksi walk out dari paripurna DPR yang berlangsung ricuh terkait pembahasan usulan hak angket e-KTP, Jumat, 28 April 2017. Alasan Gerindra ingin mendukung proses hukum yang dilakukan KPK dalam perkara korupsi e-KTP.
"Harus serius memperkuat segala upaya pemberantasan korupsi. Jangan menambah sejarah pemberantasan korupsi diintervensi oleh politik, sehingga menggantung seperti kasus Century dan lainnya," ujar Sodik saat dihubungi VIVA.co.id.
Ia meminta semua pihak jangan menambah sejarah pemberantasan korupsi diintervesi politik. Pasalnya, dengan angket e-KTP memperlihatkan kuatnya intervensi politik.
"Perlu rasanya berpikir secara jernih, karena jika menganggap mengganggu kepentingan umum, yang mana yang dilanggar, UU yang mana," tanyanya.
Sodik menambahkan, jika hak angket digunakan, maka tak sesuai dengan Undang Undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD tentang hak angket. Hal ini diprediksi akan menghambat kerja KPK.
"Sama saja melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Ada dua hal besar yang harus kami kerjakan untuk rakyat, berantas kemiskinan, berantas korupsi," kata Wakil ketua Komisi VIII ini.
Sodik mengatakan, jika secara bersama belum bisa memberantas kemiskinan, maka berantas korupsi jangan sampai tidak bisa.
"Getol-getolnya memberantas kemiskinan malah membiarkan korupsi. Gerindra sangat concern pada pemberantasan korupsi. semua demi memberantas kemiskinan dan untuk memajukan kesejahteraan rakyat," tuturnya.
Sodik menegaskan, dengan alasan itu Gerindra menolak hak angket yang dinilai akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. "Walaupun begitu, ia setuju jika KPK harus diawasi, tapi tidak melemahkan pemberantasan korupsi," kata dia.
Senada dengan Sodik, anggota DPR dari Fraksi Gerindra lainnya, Heri Gunawan menyatakan penolakannya terhadap hak angket. Ia melihat bahwa Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu mengatakan ingin membangkitkan perekonomian Indonesia lewat investasi, namun di sisi lain ada ketidakpastian hukum dalam kasus e-KTP.
"Kita tahu Presiden ingin menggenjot investasi di Indonesia. Namun dengan situasi politik seperti yang sudah kemelut seperti ini, ditambah dengan ketidakpastian hukum, maka itu sulit terwujud," kata Heri. (ase)