Menakar Kinerja DPD di Bawah Kepemimpinan OSO
- VIVA.co.id/ Reza Fajri.
VIVA.co.id – Oesman Sapta Odang tadi malam resmi dilantik menjadi Ketua DPD. Harapan disematkan kepada senator asal Kalimantan Barat tersebut agar kinerja DPD bisa terlihat dan membanggakan sebagai salah satu lembaga tinggi negara.
Pengamat dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menjelaskan, sejak didirikan, DPD hampir tak pernah menghasilkan kinerja memuaskan.
"Potret buram soal kepincangan pembangunan, jurang kaya dan miskin serta hubungan pusat dan daerah yang belum tertata jarang disuarakan secara lantang dan fokus oleh DPD," kata Lucius saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 5 April 2017.
Menurutnya, sebagai lembaga tinggi negara yang lahir dari reformasi, kehadiran DPD seharusnya bisa menjadi jalan keluar persoalan negara terutama peran daerah. Memang, selama ini, DPD juga terus menyuarakan memperkuat DPD lewat menambah kewenangannya. "Namun, perjuangan DPD tak mudah karena berhadapan dengan interest politik di DPR," ujarnya menambahkan.
Hal ini yang dinilai Lucius sebagai tantangan ketua umum Partai Hanura tersebut ke depan dalam memimpin DPD. Ia mengkritisi, DPD tak pantas mengeluh soal kewenangan yang secara yuridis belum kuat. Dengan fasilitas dan anggaran yang dimiliki serta dukungan suara daerah, semestinya DPD punya modal untuk membangun strategi dalam menghadapi kebuntuan yuridis tersebut.
"Sayangnya modal ini tak dimanfaatkan DPD selama ini. Gaji dan tunjangan besar yang setahun sekitar Rp2,5 miliar per anggota untuk urusan yang tak jelas hasilnya. Mereka juga gagal membangun sistem kerja yang solid," tuturnya.
Kemudian, di bawah kepemimpinan OSO, wajah DPD akan berubah. Status rangkap jabatan Oso yang merupakan Ketua Umum DPP Hanura menjadi kritikan dari berbagai pihak. Persoalan ini menjadi cacatan serius yang harus diperhatikan Oso serta anggota DPD lain yang juga kader parpol.
"Untuk menjalankan perannya, anggota DPD itu harus bebas dari kepentingan partai politik. Karena semangat kerja parpol itu berbeda karena ada ideologis mengejar kekuasaan dan platform partai," ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, DPD di bawah OSO juga akan rentan konflik karena mengacu proses pemilihan sampai pelantikan pimpinan. Keabsahan OSO serta dua pimpinan DPD lain rentan gugatan. Persoalan ini diprediksi akan jadi dinamika DPD dan tanggung jawab OSO sebagai pucuk pimpinan tertinggi.
"Situasi konflik akan menjadi pemandangan biasa. Pasca pelantikan OSO, gugatan akan keabsahan proses pemilihannya akan menjadi pertikaian baru di antara anggota DPD," jelasnya.
Gaji dan tunjangan DPD menggiurkan
Sebagai lembaga tinggi negara, DPD punya fasilitas seperti DPR. Tak hanya pimpinan, anggota DPD juga punya gaji serta fasilitas menggiurkan selaku pejabat negara.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan, dalam catatannya, setiap anggota DPD memperoleh dana lebih Rp1,7 miliar dalam setahun. Angka ini merupakan gabungan dari gaji bulanan, tunjangan rutin, sampai dana reses dalam setahun.
Setiap anggota DPD di luar gaji pokok, juga mendapatkan tunjangan antara lain seperti intensif komunikasi, akomodasi, serta tunjangan kehormatan setiap bulannya.
"Mereka hampir sama dengan DPR. Karena DPD itu kan juga ada resesnya. Setiap turun ke daerah, itu mereka dapat. Ada juga tunjangan lain yang perintilan tunjangan komunikasi intensif, tunjangan akomodasi, uang rapat, uang kehormatan," ujar Roy kepada VIVA.co.id, Rabu, 5 April 2017.
Roy mengatakan, untuk kisaran gaji dan tunjangan anggota serta pimpinan DPD menembus Rp55 juta - Rp63 juta per bulan. Namun, bagi yang menjabat pimpinan alat kelengkapan dewan akan mendapat gaji serta tunjangan lebih tinggi dari anggota biasa DPD di kisaran Rp60 juta lebih.
"Untuk pimpinan DPD itu bisa Rp62 atau Rp63 juta. Anggota itu lebih dari Rp50juta, di angka Rp55 juta lah. Itu take home pay ya. Gaji pokok ditambah serta tunjangan dalam sebulan. Tapi, belum termasuk lain-lain seperti dana reses, tunjangan dinas.” (mus)