Ketua DPR Minta Komisi III Tanggapi Massa Aksi 212

Ketua DPR, Setya Novanto.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto, belum memastikan apakah pimpinan parlemen akan menemui para pendemo aksi massa 212 yang dilakukan Forum Umat Islam (FUI). Aksi FUI itu untuk menuntut penonaktifan dan pemenjaraan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Habib Rizieq Minta Prabowo Proses Hukum Perusak Demokrasi RI 10 Tahun Terakhir

"Nanti lihat perkembangan. Kami lihat perkembangan apa yang dikehendaki pihak mereka. Nanti lihat perkembangan-perkembangan berikutnya. Belum tahu juga," ujar Novanto di DPR, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.

Meski demikian, Novanto menyerahkan sepenuhnya masalah aspirasi pendemo hari ini kepada Komisi III DPR. Dia menegaskan bahwa semua ada mekanisme dan aturannya.

Habib Rizieq Sempat Khawatir Hadir ke Reuni 212: Takut Ditangkap Lagi

"Pokoknya kami DPR semaksimal mungkin supaya suasana tetap baik. Kami sudah percayakan untuk pimpinan Komisi III kalau ada hal-hal yang perlu dipertanyakan, ditanggapi di sana," ujar Novanto.

Ia pun berharap demo hari ini berlangsung tertib dan aman, tidak mengganggu ketertiban umum. Sebab, dia menilai suasana itulah yang diinginkan oleh masyarakat yang ada di Jakarta dan Indonesia.

Panitia Klaim Tak Ada Orasi Politik di Reuni 212: Fokus Munajat dan Salawat

"Hari ini suasana sedang hujan, tapi masalah demo ini kan hak daripada warga negara. Tentu kami memberikan apresiasi juga secara UU konstitusi untuk bicara di depan umum. Tidak ada masalah," tutur Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Sebelumnya, Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta usai cuti saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, 12 Februari 2017. Persoalan itulah yang kemudian menjadi kontroversi.

Pemerintah dinilai bersikap tidak adil. Alasannya, Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan atau penistaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, menyatakan bahwa pengembalian jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Ahok, setelah masa cuti pilkada usai, didasarkan pada dakwaan Ahok sebagaimana yang register di pengadilan negeri. Ahok dijerat pasal 156 atau 156 (a) KUHP.

"Dakwaan itu masih ada alternatif pasal ini atau alternatif pasal ini. Dua pasal yang ada alternatif ini ancaman lima tahun dan di bawah lima tahun," kata Tjahjo.

Keputusan tersebut mengundang polemik di DPR dan para pemerhati hukum. Tjahjo kemudian berusaha meminta fatwa Mahkamah Agung. Namun, MA menyerahkan masalah itu pada pemerintah.

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PKS di DPR menggulirkan usulan Panitia Khusus Hak Angket terkait diaktifkannya kembali Ahok yang berstatus terdakwa. Mereka menduga ada pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya