Masyarakat Indonesia sedang Puber, kata Komaruddin Hidayat

Komarudin Hidayat
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Cendekiawan muslim Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, agama adalah hal yang sangat sensitif. Tak heran, kegaduhan di masyarakat akan mudah tercipta saat agama dikomplekskan dengan hal-hal lainnya.

Demokrasi & Pemilu di Indonesia Terlalu Liberal

Hal itu diungkapkan Komaruddin menanggapi fenomena saling lapor kepada Kepolisian yang melibatkan para figur agama dan politik dengan tudingan menistakan agama maupun menistakan dasar negara.
 
"Ketika ini tidak terkontrol maka suasana ini menjadi gaduh terus menjadi semakin sensitif karena agama dilibatkan. Kita memang lagi puber, puber penggunaan media sosial, puber demokrasi, puber kebebasan. Kalau ini tidak segera diatasi itu melelahkan, buang energi," ujar Komaruddin kepada VIVA.co.id, Kamis 26 Januari 2017.

Meski demikian, Komarudin tidak sepakat jika pelaporan demi pelaporan akan bisa mengancam perkembangan demokrasi di dalam negeri. Namun diakuinya hal itu akan menguras energi dan bisa menghambat jalannya program pemerintah.

Islam dan Demokrasi Hidup Harmonis di Indonesia

"Kalau tidak terkendali buang energi saja, menghambat agenda lain, agenda ekonomi dan agenda lainnya. Ini kan membuat orang menjadi malas," ungkap mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atau UIN Jakarta tersebut.

Dia karena itu mengimbau agar semua pihak berperan aktif mencegah terjadinya kegaduhan yang berlanjut.

Wamenlu: Indonesia Kombinasi Islam, Modern dan Demokrasi

"Semua pihak, para tokoh masyarakat, intelektual, ulama, kemudian pemerintah. Jadi ramai-ramai karena semua terlibat, mestinya harus semuanya menyadari ini membuat kita sakit, lelah," ujarnya.

Selain menghabiskan energi, saling lapor dan maraknya aksi juga dianggap bisa merugikan dalam hal keuangan negara.

"Misalnya polisi, demonstrasi itu biaya pengamanannya mahal. Sementara yang demo juga mahal. Lantas orang yang dipanggil Kepolisian karena salah dipanggil lagi, dipanggil lagi, itu kan juga lelah. Kemudian pendukungnya lama-lama juga lelah. Sekarang ini siapa pun orangnya kalau mengerahkan orang harus ada uang, untuk makan konsumsi, transportasi," kata dia.

Komaruddin mengatakan, Presiden Jokowi dalam hal ini perlu turun tangan. Namun tak berarti bahwa hal tersebut sepenuhnya adalah tanggung jawab Jokowi.  

"Kapan (Presiden) mau kerja, kalau Presiden hanya (diminta) silaturahim melulu. Masyarakat juga harus sadar dan aktif," ujar pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah tahun 1953 silam itu. (ren)

 

Aksi Damai 212 di Monas beberapa waktu silam.

Magnet Pilkada dan Kontroversi Ahok

Dua isu ini hangatkan perpolitikan nasional tahun ini dan 2017 nanti.

img_title
VIVA.co.id
4 Desember 2016