Gerindra: Panik, Pemerintah Rampas Hak Kritik Publik

Aktivis Rachmawati Soekarnoputri (kiri) menangis saat beraudiensi dengan Wakil Ketua DPR Fadli Zon terkait dugaan makar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/1).
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Ferry Juliantono menilai, pemerintah belakangan mulai panik. Alasannya, banyak kebijakan mereka yang berlebihan, misalnya terkait penanganan isu hoax dan kebebasan berpendapat.

Sarwendah Kasih Waktu 3x24 Jam Buat Netizen yang Disomasi Minta Maaf, Kalau Dilanggar...

"Misalnya, tuduhan makar ke Rachmawati (Soekarnoputri) dan kawan-kawan itu. merupakan bagian yang hampir sama untuk pembungkaman lewat medsos (media sosial). Ini sudah merampas hak mengkritisi kepada pemerintah," tutur Ferry dalam keterangannya, Jumat 20 Januari 2017.
 
Menurut Ferry, hak pernyataan masyarakat lewat medsos adalah bentuk alternatif media perlawanan. Sebab, banyak masyarakat beranggapan, media mainstrem rentan dikuasai dan dimonopoli pemerintah.
 
"Saya bersikeras untuk melawan pengekangan kebebasan berpendapat. Media sosial itu media alternatif perlawanan efektif. Banyak media mainstrem saat ini, telah dikuasai pemerintah," kata dia.
 
Ferry berpendapat, masalah hoax sebenarnya bisa segera langsung ditangani tanpa membuat pembungkaman berlebihan. Misal, sumbernya bisa langsung dilacak baik dari penyebar hoax maupun pemilik akun yang bersangkutan.
 
"Hoax itu sebenarnya persoalannya bisa langsung tertangani. Sumbernya juga bisa di-trace,b aik dari penyebar maupun pemilik akun terkait," ujar Ferry.
 
Seharusnya, kata Ferry, pemerintah mampu mengoptimalkan instrumen yang ada untuk menangkal hoax. Misal, menggunakan menggunakan intelejen, media, data statistik, dan sebagainya.
 
"Kebenaran dari sebuah pembenaran kalau dimonopoli oleh pemerintah itu memang pemerintah cenderung ada yang sedang disembunyikan, atau ada suatu kesalahan. Tapi kemudian, disalahkan semua. Sikap kritis kita harus didorong," ujar dia. (asp)