DPR Imbau Presiden Perkuat Unit-unit Siber
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA.co.id – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo, mengimbau Presiden Joko Widodo memprakarsai penguatan unit-unit siber di tubuh Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Pertahanan.
Ia menekankan, Presiden Joko Widodo patut memprakarsai penguatan unit-unit siber di tubuh Polri, Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kementerian Pertahanan, selain membentuk Badan Siber Nasional (Basinas).
Saat ini, Indonesia sudah memiliki unit Cyber Deffence di Kementerian Pertahanan, Cyber Intelligence di BIN, dan Cyber Security di tubuh Polri. Hal itu, menurutnya, sangat diperlukan usai terjadi serangan siber oleh agen rahasia Rusia terhadap pertahanan siber Amerika Serikat (AS).
Badan-badan intelijen AS yang kondang, seperti CIA (Central Intelligence Agency) dan FBI (Federal Bureau of Investigation) sudah membuat pengakuan terbuka bahwa jaringan agen rahasia Rusia berhasil membobol pertahanan mereka.
"Serangan siber yang marak belakangan ini, termasuk serangan yang dapat mengganggu aspek pertahanan dan keamanan nasional, serta serangan yang berpotensi merusak ketertiban umum, sehingga sangat penting ditangkal," ujar Bambang dalam keterangan tertulis pada Minggu, 15 Januari 2017.
Ia menyatakan, potensi ancaman siber kini tidak lagi hanya berupa penyadapan atau pencurian dokumen. Ragam rahasia negara bisa dibobol dengan modus serangan siber.
Pengalaman buruk AS itu patut dijadikan pelajaran oleh pemerintah Indonesia. Apalagi, menurutnya, Indonesia tidak hanya rentan akan serangan siber, tetapi juga sudah punya pengalaman buruk oleh serangan intelijen asing.
Pada Agustus 2009, selama 15 hari, Presiden RI, Ibu negara, sejumlah menteri dan pejabat tinggi negara pernah menjadi target penyadapan oleh para agen rahasia Defence Signals Directorate Australia. Intelijen Australia ini menyadap kegiatan mereka melalui telepon genggam.
"Sekali lagi, kasus serangan siber oleh agen rahasia Rusia ke AS patut dijadikan pelajaran untuk mengingatkan pentingnya Indonesia meningkatkan kewaspadaan agar tidak menjadi target serangan siber oleh intelijen dari negara lain," terangnya.
Perlu diketahui, melalui serangan siber, Rusia mampu mengintervensi pemilihan Presiden AS, November 2016, dan sukses membantu kemenangan calon dari Partai Republik Donald Trump.
Lalu, sebelumnya, menjelang akhir 2010, Wikileaks mengaku memiliki tak kurang dari 3.059 dokumen rahasia milik Pemerintah AS. Informasi rahasia itu mencatat berbagai informasi tentang Indonesia. Dokumen itu adalah laporan diplomatik yang dikirim Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Jakarta dan Konsulat Jenderal (Konjen) AS di Surabaya.