Ini Permintaan MA ke Pansus Pemilu Soal Penanganan Sengketa
- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id – Ketua Panitia Khusus (pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu di DPR, Lukman Edy, mengatakan akan memandatkan Mahkamah Agung (MA) untuk menangani sengketa proses dan sengketa pidana dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden.
"Dalam proses itu mungkin ada kecurangan. Tapi MA sampaikan ada kondisi yang berat ketika mereka harus mengadili sengketa proses dan pidana pemilu ketika pemilu serentak," kata Lukman di gedung DPR, Jakarta, Kamis 15 Desember 2016.
Ia mencontohkan dalam pemilu lalu saja MA menangani sekitar 400 kasus. Sementara penanganan tiap perkara terbatas waktunya. Misalnya untuk pidana terbatas 7 hari dan sengketa proses waktunya 14 hari.
"Melihat kondisi MA yang terbatas begitu banyak perkara, dengan jumlah hakim terbatas, MA ingin menolak adili perkara ini, di samping SDM hakim yang tak ter-upgrade soal kepemiluan. Mereka harus diklat atau sertifikasi hakim soal kepemiluan minimal 14 hari, tapi tak punya dana," kata Lukman.
Ia menambahkan meski begitu ketika UU yang memerintahkan, MA menyatakan siap menangani sengketa proses dan pidana pemilu. Tapi, MA berkompromi meminta agar bisa merekrut hakim baru sehingga Pilpres 2019 bisa sukses dari sisi penegakan hukum.
"Selama 6 tahun mereka kehilangan hakim karena tak ada rekrutmen hakim. MA minta fasilitasi mencabut moratorium penerimaan PNS khususnya hakim," kata Lukman.
Lalu, untuk sengketa proses pemilu yang harus ditangani melalui PTUN juga mengalami kendala. Sebab, jumlah PTUN yang sangat terbatas yaitu 4 PTUN di seluruh Indonesia.
"Melihat kompleksitas pemilu, mereka anggap tak siap empat PTUN. Minimal 6 sampai 10 PTUN. Mereka minta difasilitasi agar suksesnya Pemilu 2019, MA di-support meningkatkan infrastruktur. Cukup waktu, tinggal dibuka moratorium. Pansus memungkinkan manggil Mensesneg dan Menpan RB," lanjut Lukman.
(ren)