PBB Diminta Kian Serius Perhatikan Indonesia
- Istimewa
VIVA.co.id – Perserikatan Bangsa Bangsa harus mendapat pendanaan yang berkelanjutan dari para anggota demi menjamin keberlangsungan program-programnya. Ini termasuk sejumlah program penting, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
Demikian seruan dari Evita Nursanty, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan yang mewakili delegasi Indonesia dalam pertemuan Sidang Parlemen se-Dunia (IPU) ke-135. Pertemuan ini berlangsung selama 23-27 Oktober di Jenewa, Swiss.
“Indonesia berharap PBB perlu menerima pendanaan yang lebih pasti secara berkelanjutan, namun kita juga meminta PBB dan lembaga-lembaga yang ada di bawahnya harus lebih efisien, transparan dan akuntabel,” kata Evita dalam pernyataannya pada Rabu waktu setempat.
Sebagai anggota Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) di DPR RI, Evita termasuk panelis di Sesi Standing Committee Meeting on UN Affairs. Pertemuan itu membahas tema "Funding the UN: Indonesia's Perspectives."
Evita di depan forum juga menyerukan agar PBB pun serius memperhatikan Indonesia, sebagai anggota yang selama ini selalu menunjukkan komitmen yang kuat bagi program-program PBB. Indonesia merupakan anggota PBB yang aktif memberikan kontribusi. Pada 2015, total kontribusi Indonesia ke PBB mencapai Rp366,8 miliar, atau sekitar 50 persen dari total kontribusi Indonesia ke seluruh lembaga internasional.
Pada dasarnya, Indonesia menerima banyak program dari PBB, terutama program pembangunan melalui UNDP. Namun, Evita menekankan bahwa program PBB di tanah air harus selaras dengan inisiatif dan prioritas pembangunan.
“PBB seharusnya lebih memperhatikan prioritas pembangunan nasional Indonesia dalam mendesain program-programnya. Bukan hanya dengan melibatkan eksekutif, tetapi juga legislatif,” ujar Evita lagi.
Sulit Dievaluasi
Menurutnya, anggota DPR berkomunikasi dengan konstituennya secara intensif, sehingga mereka memahami kepentingan masyarakat. Keterlibatan parlemen dalam penyusunan program PBB di Indonesia dapat memberikan hasil yang lebih efektif.
Namun disayangkan karena ternyata masih sulit bagi DPR untuk mengetahui secara rinci program-program PBB yang diperoleh karena mereka terdistribusi antar-kementerian, lembaga publik, kelompok masyarakat sipil, dan NGO, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Efektifitas program PBB yang dijalankan di Indonesia masih sulit untuk dievaluasi. Siapa saja yang menerima manfaat dari program PBB? Bagaimana hasilnya?” lanjut Evita.
Program PBB berasal dari iuran negara-negara anggotanya. DPR sesuai fungsinya, berhak untuk memonitor penggunaan anggaran negara, termasuk anggaran yang kita serahkan ke PBB sebagai kontribusi Indonesia. DPR juga perlu menjalin komunikasi dengan UN Country Office di Indonesia.
Hal ini selaras dengan resolusi yang baru saja diadopsi PBB pada 25 Juli 2016, yaitu mengenai pentingnya kerja sama dan kolaborasi yang lebih intensif antara PBB, IPU, dan parlemen di tingkat nasional.