Hilangkan Dokumen Negara Bisa Berujung Sanksi Pidana
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Penghilangan dokumen negara merupakan salah satu tindak kejahatan pidana. Dokumen hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir pada 2004 – yang dinyatakan “hilang” – juga dianggap dokumen negara. Demikian menurut pengamat yang juga Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf.
Dia mengacu pada Pasal 53 undang Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008, yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan hukum atau badan publik yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak dan atau menghilangkan dokumen informasi publik bisa dipidana dua tahun penjara.
Selain itu, kata Al Araf, Pasal 86 UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat 2 dipidana maksimal 10 tahun penjara.
"Ya ini sudah masuk dalam kejahatan tindak pidana," kata Al Araf di Kantor Imparsial, Jakarta Selatan, Kamis 27 Oktober 2016.
Kendati demikian, ia tidak bisa memastikan secara tegas pihak yang harus bertanggung jawab dalam hilangnya hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib yang dianggap sebagai dokumen negara itu.
Ia menekankan, Pemerintahan Jokowi-JK pula tidak bisa menjadikan hilangnya dokumen resmi TPF pembunuhan Munir sebagai dalih untuk tidak mengungkap kasus tersebut hingga tuntas.
Imparsial karena itu mendesak agar Presiden Jokowi mengambil langkah penting dan nyata dengan mencari dan segera membuka dokumen resmi laporan TPF kepada publik serta menindaklanjuti hasil rekomendasi TPF. Apalagi salinan dokumen itu, sudah dibenarkan berisi sama dengan dokumen asli oleh mantan Ketua TPF dan sudah diterima Mensesneg Pratikno dan Presiden Jokowi.
(ren)