Fahri: Tentara Berpolitik, Senjata yang Akan Ngomong
- VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur
VIVA.co.id - Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, mengakui banyak dari perwira tinggi di TNI yang layak tampil sebagai pemimpin nasional. Namun hingga kini, DPR belum berencana merevisi Undang-undang Tentara Nasional Indonesia.
"Belum (niat revisi UU TNI). Potensi kepemimpinan nasional di TNI banyak. Konsekuensinya kalau pilih jalur politik harus berhenti," kata Syarief di Gedung DPR, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2016.
Syarief menuturkan bahwa proses reformasi di tubuh TNI hingga kini masih terus berjalan. Sehingga kalaupun ada wacana TNI berpolitik maka akan sangat bergantung pada kesiapan mereka sendiri.
"Yang penting bukan kekaryaan, bukan ditempatkan. Dulu TNI ditempatkan. Karena sekarang pemilihan langsung, konsekuensinya TNI harus memilih (keluar dari TNI atau tidak untuk ikut pemilu)," kata Syarief.
Saat ditanya soal adanya kekhawatiran penggunaan kekerasan atau senjata ketika TNI diperbolehkan dipilih, ia menilai tak sejauh itu. Ia meyakini TNI sangat mendukung proses dan menjunjung asas demokrasi.
Sebelum era reformasi, TNI diperbolehkan aktif dalam politik praktis. Mereka menggunakan doktrin 'Dwi Fungsi ABRI' sebagai jalan untuk masuk ke kehidupan sosial politik, juga ekonomi, budaya, selain tugas utama mereka di bidang pertahanan dan keamanan.
Doktrin itu kemudian dihapus menyusul runtuhnya rezim militer Orde Baru. Reformasi menghendaki TNI yang profesional dan tidak berpolitik. Apabila ada perwira atau anggota yang ingin terjun ke politik praktis maka wajib berhenti atau pensiun dari dinas TNI.
Fungsi keamanan juga dilepaskan dan menjadi tanggung jawab Polri. TNI kini bertanggung jawab hanya di bidang pertahanan.
Senjata yang Ngomong
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai keikutsertaan TNI dalam politik harus melalui pembahasan yang mendalam, termasuk melalui amandemen konstitusi.
"Tentang the nature of tentara dalam tradisi Indonesia, bisa dibahas," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2016.
Fahri menilai keikutsertaan TNI dalam politik simbolis masih dimungkinkan seperti menjadi anggota MPR. Sementara jika masuk politik praktis seperti DPR maka menurutnya harus dikaji lagi.
"Saya sendiri masih percaya dan punya opsi bahwa tentara di MPR masih dimungkinkan. Kalau DPR harus dibahas lagi. Karena kalau di DPR nanti partisan," ujar Fahri.
Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, anggota TNI aktif yang punya kewenangan menggunakan kekerasan atau senjata tidak bisa mengikuti politik praktis.
"Nggak bisa orang pegang senjata terus politik praktis. Beda dengan kita nanti. Kita hanya bisa ngomong, mereka senjatanya yang ngomong," kata Fahri.
Tapi, dia setuju bila yang dimaksud adalah politik simbolis. Karena menurutnya, TNI adalah tentara rakyat.
"Dan ini penting untuk diakomodasi," tuturnya.