KPU: Mau Pilkada Kompetitif, Harus Ada Calon Alternatif
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
VIVA.co.id – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ardiantoro, menilai Pemilihan Kepala Daerah yang ideal adalah yang kompetitif. Maksudnya, diikuti lebih dari satu pasangan calon (paslon) atau ada alternatif pilihan bagi pemilih.
"Masak pemilihan tapi hanya memilih satu pasangan calon. Nah kalau tidak ada saingannya bagaimana mau kompetitif," ujar Juri di kantornya, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Kamis 29 September 2016.
Meski KPU mengimbau dan berharap pilkada akan berlangsung kompetitif alias banyak calon. Akan tetapi soal pencalonan itu pada akhirnya kembali menjadi ranah dari partai politik (parpol). Parpol-lah yang punya kepentingan untuk mengusung calon atau tidak.Â
"KPU berharap yang daftar itu banyak, jadi kompetitif, ada prinsip kompetisi yang diselenggarakan. Tapi memang semua dikembalikan kepada parpol, yang mengajukan calon, yang berkepentingan. KPU tidak bisa ikut campur, KPU hanya bisa mengimbau," ungkap Juri.
Juri sadar, parpol punya hitung-hitungan atau kalkukasi dalam mengusung pasangan calon agar menang. Karenanya, tidak heran jika sampai dengan saat ini masih ada tujuh daerah yang hanya punya satu pasangan calon. Bisa jadi, itu sebab kalkulasi hitungannya akan kalah jika usung pasangan calon.
"Partai sudah mengukur diri, sangat memaksa mengajukan calon kalau dia tidak yakin menang. Partai itu harus yakin menang dulu baru mengusung calon. Makanya ada calon tunggal. Mereka tidak mau susah-susah mengajukan calon, kalau pada akhirnya kalah. Mereka sudah bisa mengitung kok dari survei, biaya dan lainnya," terang Juri.
Susahnya calon perseorangan
Juri menilai, salah satu biang dari adanya pasangan calon tunggal, selain kalkulasi menang-kalah parpol adalah imbas putusan Mahkamah Konstitusi. MK, membuat keputusan bahwa pilkada dimungkinkan untuk dilaksanakan meski hanya dengan satu pasangan calon.
"Ini kan sudah diprediksi imbas putusan MK. Kalau ada calon didukung sebagian besar partai, sedang tidak tersisa lagi untuk mengusung calon lagi itukan namanya rekayasa. Misal tingkat keterpilihannya petahana itu tinggi, terus parpol hanya mengusung satu orang, kan jadi pertanyaan," kata dia.
Selain itu, susahnya syarat calon perseorangan maju Pilkada juga dinilai menjadi sebab calon tunggal. Undang-Undang Pilkada yang ada semakin hari bukan mempermudah, justru sebaliknya mempersulit. "Mestinya syarat calon perseorangan itu dipermudah. Lah ini kalau lihat UU menjadi makin sulit. Misal dulu verifikasi aktual 14 hari, sekarang tiga hari," kata dia.
Pilkada Tujuh Provinsi
Diketahui, pelaksanaan pilkada serentak gelombang kedua akan digelar pada 15 Februari 2017. Pilkada diikuti 101 daerah dari tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Daerah yang akan menyelenggarakan tersebut terdiri atas tujuh provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Ke tujuh provinsi tersebut yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Provinsi Aceh merupakan daerah yang akan paling banyak menggelar pilkada pada 2017, yakni satu pemilihan gubernur dan 20 pemilihan bupati dan wali kota.
Sampai hari ini, KPU masih membuka kembali pendaftaran ulang, bagi tujuh daerah dengan calon tunggal untuk Pilkada 2017 mendatang. Sosialiasi terkait hal itu juga sudah dilakukan, melalui surat edaran ke KPU Daerah.
Pendaftaran pasangan calon untuk Pilkada sendiri sudah ditutup, usai dibuka tiga hari yakni tanggal 21-23 September 2016 kemarin. Hasilnya dari data KPU sementara, total 325 bakal pasangan calon kepala daerah dan wakilnya dari 101 daerah terjaring.Â
Sayangnya, ada tujuh daerah yang memiliki calon tunggal, yakni Kabupaten Pati-Jawa Tengah, Kabupaten Landak-Kalimantan Barat, Kabupaten Buton-Sulawesi Tenggra, Kota Tebing Tinggi-Sumatera Utara, Kabupaten Kulon Progo-Jogjakarta, Kabupaten Tulang Bawang Barat-Bandar Lampung, Kabupaten Tambrauw-Papua Barat.
Â
(ren)