Nusron Terancam Kehilangan Kursi Ketua Tim Pemenangan Ahok
- Antara/ Andika Wahyu
VIVA.co.id – Posisi Ketua Tim Pemenangan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok, Nusron Wahid, disebut bakal digeser. Seiring dengan keputusan PDI Perjuangan yang akhirnya mengusung Ahok di Pilkada DKI Jakarta.
Nusron yang juga ketua DPP Golkar itu, awalnya menjadi ketua tim pemenangan melalui koalisi tiga partai yakni Nasdem, Golkar dan Hanura.
Namun mereka baru sekadar mengusung Ahok. Hingga akhirnya PDIP mengajukan duet Ahok-Djarot, yang juga diikuti oleh tiga partai yang bergabung di awal.
Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menilai, persoalan tim pemenangan ini bisa berbahaya. Apalagi, ada keinginan PDI-P membentuk tim sendiri di luar tim yang diketuai Nusron itu.
"Keinginan PDIP untuk membentuk tim pemenangan sendiri guna memenangkan pasangan Ahok-Djarot dapat menimbulkan masalah. Pertama, secara hukum, aturan pilkada hanya mengenal satu tim pemenangan untuk setiap pasangan calon," jelas Said, dalam keterangannya yang diterima VIVA.co.id, Selasa 27 September 2016.
Menurut dia, tim kampanye harus dibentuk atas kesepakatan seluruh partai koalisi. Sehingga kalau ada tim lain di luar itu, maka KPUD akan menolaknya.
Pendaftaran pasangan, juga disertai dengan tim pemenangan calon tersebut. Mulai dari tim pemenangan pusat, hingga ke tingkat paling bawah di kecamatan. "KPUD wajib menolak apabila ada pasangan calon yang mendaftarkan lebih dari satu tim pemenangan," katanya.
Said mengatakan, pada Pasal 42 ayat (1) huruf t Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 terkait Pencalonan, daftar nama Tim Kampanye merupakan dokumen yang wajib diserahkan kepada KPUD sebagai pemenuhan syarat pencalonan.
Sehingga kalau PDIP punya tim sendiri, maka itu harus dilebur ke dalam tim bersama partai pengusung.
"Secara politik keinginan PDIP membentuk tim pemenangan sendiri akan sangat tidak menguntungkan bagi pasangan Ahok-Djarot. Sebab, hal itu dapat menciptakan problem soliditas diantara partai-partai pengusung pasangan calon tersebut," jelasnya.
Satu-satunya jalan tengah yang bisa ditempuh adalah dengan pergantian posisi ketua tim untuk diberikan ke kader PDI-P.
"Bahwa jika dengan melebur dalam tim pemenangan yang sudah ada kemudian PDIP menginginkan posisi Ketua Tim Kampanye, saya kira itu terbilang wajar dan masuk akal," jelas Said.
Keinginan itu bisa dipahami, mengingat PDIP adalah partai yang memiliki basis dukungan pemilih lebih luas jika dibandingkan dengan Golkar, Hanura, dan Nasdem jika dilihat pada hasil perolehan suara Pemilu 2014.
Jika dilihat dari segi kepemilikan kursi DPRD DKI Jakarta yang menjadi syarat pencalonan pasangan Ahok-Djarot, PDIP adalah partai yang memiliki kursi DPRD lebih banyak dibandingkan dengan Golkar, Hanura, dan Nasdem.
"Jadi secara politik saya kira bisa dimengerti jika PDIP, misalnya, hanya sekedar menginginkan posisi Ketua Tim Kampanye Ahok-Djarot, walaupun itu bukan merupakan suatu keharusan," jelasnya.