Sejauh-jauh Ahok Meloncat, Jatuhnya ke Mega Juga

Ahok dan Djarot.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Danar Dono

VIVA.co.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya meminang Ahok atau Basuki Thahaja Purnama untuk maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Pria asli Belitung Timur itu disandingkan dengan Djarot Saiful Hidayat, pria kelahiran Gorontalo yang menjadi Wakil Gubernur pendamping Ahok sejak 2014.

Bagi PDIP, pasangan ini dianggap ideal. Misi PDIP dianggap sejalan dengan yang ada di kepala Ahok. Pun begitu dengan Ahok. PDIP dianggap sebagai partai yang memungkinkan untuk melanjutkan mimpinya untuk DKI Jakarta.

"Saya dari dulu dengan PDIP baik-baik saja kok. Yang saya perjuangkan dari dulu dengan Pak Taufiq Kiemas dan Bu Mega sejalan dengan PDIP," kata Ahok di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa, 20 September 2016.

Dalam pernyataannya, partai berlogo banteng moncong putih tersebut mengaku memang telah menghitung matang keputusan mereka. Dan tentunya, tak lepas juga dari pertimbangan sang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Hitung-hitungan surveinya, kinerja, dijaring beberapa wilayah juga. Siapa sih, dilihat yang terkuat. Ingat, Jokowi-Ahok dulu PDIP kan dukung juga," kata Gembong Warsono, ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD PDIP Jakarta.

Foto Ahok dan Djarot saat di rumah Megawati jelang pengumuman cagub DKI beredar.

FOTO: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Djarot Saiful Hidayat dan Ahok-Basuki Thahaja Purnama di kantor DPP PDIP, Selasa (20/9/2016)

Ya diakui, Ahok dan PDIP memang ada irisan kuat. Di masa kemunculan mantan wali kota Surakarta Joko Widodo ke Jakarta bersama Ahok yang mantan Bupati Belitung Timur, juga tak lepas dari PDIP. Partai ini menjadi sponsor utama untuk keduanya.

Di TPS Megawati dan Keluarga Mencoblos Pramono-Rano Raih 216 Suara, RK-Suswono 77

Sebab itu, keputusan meminang Ahok kembali untuk duduk bersama di perahu PDIP harusnya bukan hal yang mengejutkan. Apalagi kini, Jokowi sudah jadi presiden dengan PDIP di belakangnya. Tentunya, kolaborasi antara Ahok yang memegang Indonesia kecil yang direpresentasikan lewat DKI Jakarta akan makin klop dengan Jokowi.

Jungkir balik politik
Nama Ahok, harus diakui sebagai sosok fenomenal. Lelaki keturunan Tionghoa ini memang telah membuat sejumlah anomali politik di Indonesia.

Adam Suseno dan Inul Harap Gubernur Jakarta Terpilih bisa Atasi Kemacetan Jakarta

Aksi jungkir balik ala Ahok ini tercatat sejak September 2014. Ketika ia memilih mundur dari partai yang membesarkan namanya yakni Gerindra. Masalah utamanya adalah, Ahok menolak keputusan petinggi Gerindra yang menyetujui untuk memilih kepala daerah lewat DPRD.

Atas itu, Ahok pun mengajukan diri untuk keluar. Sesuai dengan AD/ART parpol bila ada kader yang menolak keputusan partai maka harus keluar. "Bagi saya Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya," kata Ahok di Balaikota DKI Jakarta, 10 September 2014.

Daftar Artis Bertarung di Pilkada 2024, Ada yang Siap Jadi Gubernur hingga Bupati!

Ulah Ahok berikutnya yang membuat anomali politik adalah, keinginannya untuk maju lewat jalur perseorangan atau independen saat pilkada DKI Jakarta. Lewat sentuhan tangannya, meski tak secara langsung,  muncullah sebuah kelompok bernama TemanAhok yang rela mati-matian membuktikan bahwa Ahok bisa maju tanpa harus ada dukungan parpol.

Teman Ahok tengah memverifikasi KTP

FOTO: Relawan TemanAhok saat mengumpulkan KTP untuk persiapan Pilkada DKI 2017

Hasilnya mengejutkan, strategi TemanAHok terbukti mampu mengumpulkan bukti dukungan warga lewat KTP hingga melebihi prasyarat KTP untuk calon independen. Singkatnya, Ahok pun punya cadangan langkah jika memang parpol tak ada yang mendukung, independen atau perseorangan pun Ahok juga mampu.

Namun siapa kira, keberhasilan itu justru membuat anomali politik. Parpol yang awalnya menjauhi Ahok, justru mendekat. Alhasil, tanpa harus mengemis ke parpol, Ahok pun menuai simpatik mulai dari Partai Golkar, Nasdem dan Hanura.

"Ini seperti menunjukkan adanya proses kaderisasi di parpol yang tidak berjalan sebagaimana mestinya," kata anggota Komite I DPD RI Aziz Kafia menjawab soal fenomena Ahok yang didekati oleh parpol pada akhir Maret lalu.

Dan kini, anomali politik berikutnya adalah hadirnya Ahok di perahu PDIP bersama Djarot. Meski ini bukan cerita baru. Namun satu anomali politik yang bisa diguncang Ahok kali ini adalah meski sudah dipinang, Ahok faktanya tetap bukan kader PDIP.

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

FOTO: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri

Dalam pernyataannya usai resmi dipasangkan bersam Djarot, Selasa malam, 20 September 2016, Ahok tetap dengan tegas bahwa ia menolak sebagai kader PDIP. "Saya dari dulu tidak pernah (mau) masuk jadi anggota PDIP. Saya profesional saja," kata Ahok.

Tak pelak, dukungan kepada Ahok itu serasa membuat PDIP menggembosi komitmen partainya sendiri. Meski Djarot yang memang kader PDIP tetap mendampingi Ahok. Namun hal ini seolah tetap hambar.

Sebabnya, PDIP di komposisi DPRD DKI adalah satu-satunya partai pemegang suara terbanyak yakni 28 kursi. Artinya tak perlu koalisi dengan parpol manapun, partai ini tetap bisa mencalonkan calon sendiri.

Djarot yang kini mendampingi Ahok untuk Pilakda DKI 2017. Bahkan pernah menyatakan bahwa PDIP memang akan mengusung kadernya sendiri. "Oh kita kan memang usung kader sendiri. Cagub dan cawagub kan satu paket. Soal siapa kita lihat nanti," kata pria yang menjabat sebagai Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi DPP PDIP tersebut.

Namun, apa pun itu. Yang jelas PDIP memang seluruhnya bermuara di Megawati. Kader atau bukan, atau soal siapa yang berhak mendapat restu PDIP seluruhnya ada di tangan Megawati. Sekali pun bakal ada gejolak di tingkatan internal, titah tertinggi PDIP tetap di Megawati.

"Ini kan ada hitung-hitungannya. Hitungannya tanya Bu Megawati saja. Pokoknya ini yang terbaiklah," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPD PDIP Jakarta Gembong Warsono. Ya, ibarat plesetan pepatah. Sejauh-jauh Ahok melompat. Jatuhnya tetap ke Megawati juga.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya