Pakar Hukum: Perbuatan Irman Pelanggaran Etik Luar Biasa
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, mengatakan pelanggaran etik dan pidana merupakan dua hal yang bisa sama tetapi juga berbeda. Sebab, pelanggaran pidana sudah pasti pelanggaran etik, namun pelanggaran etik belum tentu pelanggaran pidana.
"Makanya, sidang etik sudah bisa digelar mendahului sidang pidana seseorang yang terjerat masalah hukum," terang Refly saat diundang sebagai narasumber dalam sidang pleno BK DPD di ruang rapat DPD, Senayan, Jakarta, Senin, 19 September 2016 malam.
Apabila sudah diberi sanksi etik tapi dikemudian hari bebas secara pidana, menurut Refly, kondisi itu tidak otomatis membuat sanksi etik menjadi hilang. "Karena sidang etik, mencari hal-hal yang bersifat pelanggaran etik," ujar Refly.
Refly mengatakan, jika memang faktanya benar bahwa Irman menerima suap uang maka perbuatan itu adalah pelanggaran etik yang luar biasa dan sukar dimaafkan.
"Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang kita tahu selama ini track record KPK bisa dikatakan 100 persen belum ada yang dinyatakan bebas," kata Refly.
Untuk itu, kata dia, sanksi etik bisa dijatuhkan terlebih dahulu tanpa harus menunggu proses pidana yang sedang berlangsung.
"Kalau yang bersangkutan mengajukan pra peradilan, itu masalah prosedur penetapan tersangka bukan substansi. Itu tidak menjawab apakah yang tersangka melakukan pidana suap tidak," tutur Refly.
KPK telah menetapkan Irman sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap izin impor gula. Dalam operasi tangkap tangan, KPK menyita uang Rp100 juta sebagai barang bukti dari kediaman Irman.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengungkapkan uang suap Rp100 juta oleh KPK saat OTT diambil dari kamar pribadi Irman. KPK telah menetapkan dua tersangka lain dalam kasus dugaan suap impor gula ini.