Mengapa Caleg Harus Lewati Pengkaderan Partai Dulu
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Direktur Komite Pemantau Legislatif Indonesia, Syamsuddin Alimsyah memberi masukan terhadap syarat pencalonan anggota legislatif yang dibahas dalam proses kodifikasi Undang Undang (UU) Pemilu. Menurut dia, seharusnya ada jenjang pengkaderan yang jelas di internal partai bagi para kader yang akan maju menjadi calon legislatif (caleg).
"Orang-orang yang dicalonkan selain memenuhi syarat akademik seharusnya juga memiliki jenjang pengkaderan di partainya," kata Syamsuddin saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 2 September 2016.
Kodifikasi UU adalah penggabungan berbagai UU sehingga kerap disebut sebagai paket UU. Hal ini berbeda dengan cara lainnya yaitu unifikasi peleburan menjadi satu UU. Kodifikasi maupun unifikasi adalah pilihan yang bisa dilakukan menyikapi banyaknya UU yang sebenarnya merujuk pada keperluan yang sama antara lain UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU Pilkada, UU Pemilihan Legislatif dan UU Penyelenggara Pemilu yang kemudian disebut sebagai UU paket Pemilu tersebut.
Ia menilai para caleg juga harus jelas umur keanggotaannya di partai. Pasalnya saat ini, untuk menjadi caleg tak diterakan syarat umur keanggotaan caleg di partai. Melalui kodifikasi UU Pemilu, partai politik (parpol) diharapkan wajib terakan keterangan keanggotaan itu.
"Kalau tak melalui pengkaderan tak boleh lolos menjadi caleg," kata Syamsuddin lagi.
Ia mencontohkan, pada saat ini terdapat 11 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bermasalah di antaranya 8 terlibat suap dan ada juga yang terbelit persoalan rumah tangga. Selain itu dicatat ada 273 anggota DPRD di Indonesia yang bermasalah mulai dari persoalan korupsi, narkoba, hingga perselingkuhan.
"Data-data ini kami cek sudah bermasalah dari sebelumnya. Parpol tak desain recruitment yang kuat. Dia terjebak untuk mengejar parliamentary threshold. Di KPU juga tak berwenang coret caleg bermasalah," katanya.
Dia melanjutkan, persoalan anggota legislatif bukan hanya sekadar dari kalangan artis atau bukan, seperti yang berkembang belakangan ini. Buktinya, dari delapan anggota DPR yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak satu pun dari kalangan selebritas.
"Jadi masih penting soal kapasitas sebab publik memilih orang yang dipaksa untuk dipilih. Jadi parpol bertanggung jawab terhadap desain caleg berkualitas," kata Syamsuddin.