Ketua MPR Sebut Indonesia Butuh Haluan Negara
VIVA.co.id - Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan, bahwa Indonesia saat ini membutuhkan haluan negara atau Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Menurutnya, arahan itu penting untuk merancang pembangunan nasional secara lebih terarah.
"Bangsa Indonesia sudah seharusnya mulai benar-benar serius memikirkan rencana pembangunan jangka panjang," ujar Zulkifli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 1 September 2016.
Ia menilai, salah satu tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini adalah bagaimana membangun pemerintahan yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai perkembangan zaman.
Zulkifli menilai perlu ada suatu kaidah penuntun yang berisi arahan dasar mengenai cara melembagakan nilai-nilai Pancasila dan Konstitusi itu dalam sejumlah pranata publik untuk penyelanggaraan negara.
"Perlunya haluan negara yang berisi prinsip-prinsip kebijakan dasar yang merupakan terjemahan dari Pancasila dan Konstitusi. Saya minta kepada kalangan akademisi dapat memberi masukan," kata Zulkifli menambahkan.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengakui, bahwa Indonesia membutuhkan GBHN. Menurutnya, UU nomor 17 tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tidak cukup mampu dalam mengelola keragaman kepentingan yang berkembang saat ini.
"UU itu menyerahkan (pelaksanaannya) sepenuhnya pada Presiden dan kepala daerah. Makanya kebijakan pembangunan di pusat dan daerah tidak sinkron," kata Margarito kepada VIVA.co.id.
Menurut Margarito, kebijakan pembangunan saat ini didominasi kepentingan kelompok tertentu yakni kapital, konglomerat, atau berpihak pada pemilik modal. Oleh karena itu, harus dikoreksi, sebagai cara agar bangsa ini tidak terus tenggelam dalam kepentingan korporasi.
"Itu sebabnya perlu, GBHN harus ada lagi," kata dia.
Margarito melanjutkan, untuk sampai pada lahirnya kembali GBHN, maka satu-satunya jalan adalah melalui amandemen UUD 1945. Tidak boleh hanya sekedar diatur dalam undang-undang.
"Pimpinan partai politik tidak boleh alergi, misalnya ini sistem presidensial. Nggak usah. Mari kita letakkan kepentingan bangsa di atas segala-galanya."
(mus)