Tak Setuju Petani Dicambuk, Mendagri: Seperti Kerajaan Saja
- VIVA.co.id/ Judith Lorenzo Taolin
VIVA.co.id – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak setuju dengan wacana kebijakan Bupati Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Raymundus Sau Fernandes? yang akan mencambuk warganya yang malas dengan asam rotan.
"Enggak (setuju), seperti kerajaan saja," kata Tjahjo saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016.
Tjahjo mengatakan telah mengirimkan pesan singkat untuk menanyakan kebenaran wacana hukuman tersebut kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun kata dia, belum ada jawaban.
"Saya sudah SMS Pak Gubernur tapi belum ada jawabannya. Tunggu dulu," ujarnya.
Sebelumnya, Bupati Fernandes melontarkan rencana itu di berbagai acara resmi yang digelar sejak Juli dan Agustus 2016. Untuk mewujudkannya, Bupati bahkan sampai meminta izin ke Kapolres Timor Tengah Utara, AKBP Robby Medianus Samban.
Menurut Fernandes, hukuman cambuk ini bukan semata sanksi fisik namun sebagai upaya menyadarkan warga yang menolak menjalankan program pemerintah. Hukuman cambuk dianggapnya bagian dari edukasi masyarakat agar tidak malas.
Alasan lainnya, Kabupaten Timor Tengah Utara telah menjalankan program Padat Karya Pangan dalam enam tahun terakhir. Program itu diniai perlu ditingkatkan melalui kerja keras para petani.
"Memang program ini sederhana sekali, hanya membagi beras secara gratis kepada masyarakat selama lima tahun dan masyarakat wajib mengolah kebunnya seluas 25 are. Tapi nilai yang terkandung dalam program sederhana ini mengajarkan orang untuk mengerti hubungan antara luas lahan produksi dan pemenuhan kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan," kata Fernandes dalam sebuah acara di Desa Popnam, Kecamatan Noemuti, Minggu, 28 Agustus 2016.
Dia merasa dalam lima tahun masa kepemimpinannya terdahulu, masyarakat sudah berutang kepadanya. Oleh karena itu, kini memasuki tahun ke enam, Fernandes mengklaim dia berhak menagih utang itu.
"Masyarakat saya berutang kepada saya sudah lima tahun mereka berutang setiap tahun dengan terima beras secara gratis. Memasuki tahun keenam ini saya akan keliling ke desa-desa tagih utang ke masyarakat saya. Utang dalam hal ini adalah pemeriksaan kebun olahan mereka," katanya.
Oleh karena itu dia menyatakan akan memimpin dengan menerapkan teori cambuk rotan asam.
"Untuk itu saya minta bantuan para Babinsa, Kamtibmas, untuk membantu saya melakukan pemeriksaan lahan warga. Jika tidak sampai 25 are, maka rotan asam akan diberlakukan," ujarnya.
Fernandes juga menjelaskan mekanisme penerapan hukuman cambuk ini yaitu pada saat pemeriksaan kebun. Prioritas pemeriksaan akan dilakukan terhadap kepala desa. Jika kebun kepala desa tidak sampai 25 are, camat akan dicambuk sebanyak 5 kali, kepala desa 7 kali dan pemilik lahan 10 kali dan itu dilakukan di tempat umum.
"Saya hanya menerima laporan yang baik saja dari para mantri tani dan petugas lapangan, sementara bertentangan dengan yang terjadi di lokasi. Ini tak akan membuat saya tidur dengan tenang. Justru saya ingin mencari laporan adanya ketidakberesan untuk bersama-sama kita benahi," katanya.