Mahfud MD: Cuti Kampanye Pilkada itu Wajib, Bukan Hak
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, menilai bahwa cuti bagi kandidat kepala daerah – termasuk petahana – merupakan suatu kewajiban, bukan hak. Itu tertuang dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah Nomor 10 Tahun 2016.
"Saya ingin katakan bahwa cuti [kampanye] dalam UU tersebut bukan hak, tetapi kewajiban," kata Mahfud saat ditanyai wartawan di kantor Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN), Senin, 22 Agustus 2016.
Pernyataan Mahfud ini menyoroti gugatan judicial review Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, ke Mahkamah Konstitusi atas UU No. 10 Tahun 2016 terkait cuti kepala daerah yang ingin mencalonkan diri lagi dalam pemilihan umum.
Dijelaskan Mahfud, cuti dalam perundang-undangan ada tiga kategori. Pertama, cuti sifatnya wajib, kedua bersifat hak, dan ketiga adalah larangan. Sementara, dalam UU 10 tahun 2016, dia menilai bahwa seorang calon gubernur, walikota, atau bupati incumbent wajib cuti dari jabatannya.
"Tapi kalau cuti itu sifatnya kewajiban, maka kewajiban itu harus dilakukan. Tidak boleh ditawar. Gubernur dalam UU Nomor 10 tahun 2016 itu wajib cuti, bukan hak. Jadi tidak boleh memilih dia," kata Ketua PP APHTN-HAN itu.
Beda halnya dengan cuti yang bersifat hak. Misalnya, seseorang oleh peraturan diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, negara dalam kaitan ini wajib memfasilitasi.
"Lalu, kalau yang larangan contohnya ya, Anda petugas yang mengamati sebuah gunung, lalu karena anda punya cuti kemudian diambil saat gunung itu meletus, bisa atasannya tidak mengizinkan, 'ini gunung meletus, kamu dilarang ambil cuti hari ini, besok saja'. Itu cuti sifatnya larangan," kata Mahfud.
(ren)