Partai Menengah Terlalu Percaya Diri Minta Ambang Naik

Ilustrasi penghitungan suara pemilu.
Sumber :
  • Fajar Sodiq

VIVA.co.id – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu akan memasuki babak yang menentukan. Salah satu yang menjadi pembahasan adalah terkait ambang batas perwakilan. Ambang batas disebut bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia.

"Akan tetapi, berbagai studi juga menunjukkan bahwa penerapan ambang batas parlemen yang tinggi sekalipun, seringkali tidak mencapai tujuannya," kata Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz di Cikini, Jakarta, Minggu 21 Agustus 2016.

Justru, SPD melihat penerapan ambang batas tinggi yang diusulkan oleh banyak politikus di DPR, cenderung hanya berkepentingan untuk menyingkirkan saingannya dalam Pemilu.

"Ambang batas bisa jadi tidak berfungsi sama sekali, karena tingkat disproporsionalitas (suara terbuang) yang tinggi. Suara dihitung sah tapi partainya tidak lolos," ujar August.

Karena itu, August juga heran dengan kepercayaan diri partai menengah seperti Nasdem yang berani mematok ambang batas 7 persen. Dia menilai partai-partai menengah itu justru bisa terancam tidak lolos ke Parlemen.

"Nasdem, dia baru masuk, sudah usulkan 7 persen. Padahal dari tren sebelumnya, partai-partai kelas besar menurun semua suaranya. Sementara partai kecil menengah itu lebih ngeri lagi. Kalau dipatok 7 persen, jangan-jangan dia lewat," kata August.

Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga menilai peningkatan besaran ambang batas berpotensi menimbulkan disproporsionalitas atau jumlah suara yang terbuang. Karena cara bekerja dari PT adalah memangkas secara langsung parpol yang tidak mampu meraih suara minimal untuk diikutsertakan menjadi kursi di parlemen.

"Tentunya berdampak pada terbuangnya secara sia-sia suara masyarakat yang memilih partai politik tersebut di balik bilik suara," kata Deputi Perludem, Khoirunnisa, beberapa waktu lalu.

PDIP Usul Ambang Batas Parlemen Jadi 5 Persen, PKS: Masih Wajar

Menurut Perludem, ada langkah lain yang bisa dilakukan untuk menyederhanakan jumlah parpol di parlemen. Salah satu caranya yaitu dengan memperkecil jumlah alokasi kursi per daerah pemilihan. Hal itu bisa meminimalisir jumlah suara yang terbuang di bilik suara.

"Hal ini karena cara bekerja dari alokasi daerah pemilihan tidak memangkas partai politik untuk diikutsertakan dalam penghitungan suara, jika tidak mampu meraih angka minimal perolehan suara atau PT," kata Khoirunnisa.

PDIP Usul Ambang Batas Parlemen 5 Persen, PAN: Kembali Era Orde Baru
Politikus Gelora, Mahfudz Siddiq.

Gelora Setuju Pilkada Serentak 2024 tapi Tolak PT Naik 5 Persen

Revisi UU pemilu mencakup penyelenggaraan Pilkada 2022-2023 yang digelar pilkada serentak di tahun 2024.

img_title
VIVA.co.id
29 Januari 2021