Fahri Hamzah: Jokowi Harus Berhentikan Arcandra
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar harus diberhentikan dari posisinya ketika benar memiliki kewarganegaraan ganda. Pemerintah harus mengevaluasi dan mengeceknya lebih dulu.
"Dwikewarganegaraan, menurut saya, presiden harus memberhentikan dulu yang bersangkutan sampai ada klarifikasi," kata Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin 15 Agustus 2016.
Fahri menilai hal ini perlu dilakukan karena kementerian yang dipegang Arcandra menjadi sektor penting dan paling ketat pengaturannya dalam konstitusi. Khususnya Pasal 33 Konstitusi soal bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.
"Arcandra akan jadi presiden di sektor itu," kata Fahri.
Ia menjelaskan perundangan di Indonesia belum mengatur soal dwikewarganegaraan. Dalam Undang-Undang Imigrasi hanya diatur istilah soal penduduk sementara yang ditujukan untuk orang yang punya hubungan kekeluargaan dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
"Untuk memudahkan mereka berkomunikasi dengan keluarganya di sini, diberikan status semacam permanent residence oleh indonesia kepadanya. Baru sebatas itu kita boleh menganut soal dwikewarganegaraan itu. Tapi kalau kewarganegaraan permanen itu tidak boleh," kata Fahri.
Menurutnya, dalam keyakinan aturan di Indonesia, masing-masing negara memiliki sumpah konstitusionalnya. Sehingga dwikewarganegaraan itu tak bisa ditolerir dan ditolak di Indonesia.
"Kalau Anda loyal pada konstitusi Indonesia, Anda juga loyal pada konstitusi negara lain," kata Fahri.
Fahri berpendapat harus ada klarifikasi soal dugaan dwikewarganegaraan ini. Sebab seorang menteri tak boleh sembarangan diangkat. Misalnya baru bertemu sekali atau dua kali tapi langsung diangkat menjadi menteri.
"Orang-orang di sekitar Pak Jokowi sepertinya tak punya sistem. Dibiarkan presiden mengambil keputusan yang salah. Tak boleh dong begitu. Harus melalui meja ke meja," kata Fahri.
Ia menambahkan seharusnya Badan Intelijen Negara (BIN) bisa melacak jejak rekam calon menteri. Misalnya apakah calon menteri yang akan diangkat pernah tidak loyal pada Indonesia atau pernah melakukan hal yang mengancam negara.
"Anda suruh seseorang jadi menteri artinya anda suruh orang untuk jadi presiden di sektor itu. Begitu konsep UUD mengatakan, menteri bukan pejabat negara biasa," kata Fahri.