Remisi Bagi Koruptor Bertentangan dengan Perang atas Korupsi
- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 kembali direspons dengan penolakan. Revisi PP itu tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang bakal memuat syarat pemotongan masa hukuman atau remisi terhadap koruptor selain terpidana narkoba dan teroris.
Selain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak remisi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, juga mengungkapkan hal senada. "Saya termasuk yang tidak setuju kalau ada upaya peringanan terhadap koruptor," kata Mahfud di Gedung KPK, Jakarta, Jumat 12 Agustus 2016.
Mahfud mengatakan bahwa terpidana hukum memang memiliki hak atas pemotongan masa hukuman namun tindak kejahatan luar biasa seperti terorisme, narkoba dan korupsi dinilai harus diberikan efek jera yang besar termasuk tidak diberikan remisi.
"Di dunia internasional pun pidana tertentu memang dibedakan hukumannya maupun fasilitasnya seperti koruptor, narkoba, terorisme. Itu di mana-mana, di seluruh negara, dianggap kejahatan berbahaya," kata Mahfud.
Mantan Menteri Pertahanan di era Presiden Gus Dur ini menyesalkan bila pemerintah memaksakan melakukan revisi PP agar bisa memberi remisi kepada para tahanan korupsi, terorisme dan narkoba. Hal itu kata dia bertentangan dengan semangat memerangi korupsi, narkoba dan terorisme.
"Jadi kalau menurut saya itu kemunduran kalau ada pemikiran itu (revisi PP). Bagi saya koruptor itu justru harus diperberat hukumannya juga tidak boleh diistimewakan," kata dia lagi.
Mahfud mengatakan sempat mendiskusikan persoalan tersebut dengan para menteri terkait sehingga dia berharap revisi PP untuk pemberlakukan remisi tidak direalisasikan.
"Saya tetap tidak pada posisi untuk membela koruptor karena membahayakan dan menghancurkan kita," kata dia.
(ren)