Ketua DPR Minta Pemerintah Tak Obral Remisi
- VIVA.co.id/Rebecca Reifi Georgina
VIVA.co.id – Rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 menjadi kontroversi. Revisi PP itu tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang bakal memuat syarat pemotongan masa hukuman terhadap koruptor selain terpidana narkoba dan teroris.
Rencana aturan remisi ini dinilai kurang bijaksana. Pemerintah diharapkan tidak kompromi terhadap tiga kejahatan khusus, kejahatan narkoba, korupsi dan terorisme.
"Kalau saya sih kurang bijaksana. Kita tidak boleh terlalu kooperatif terhadap keputusan-keputusan hukum yang berkaitan dengan tiga hal, satu narkoba, dua korupsi, tiga terorism," kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ade Komarudin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat 12 Agustus 2016.
Menurut Ade, para pelaku tiga kejahatan itu bakal tak takut melakukan kejahatan jika mereka memiliki kesempatan mendapatkan keringanan hukuman.
"Kalau mencuri HP, mencuri ayam, bolehlah dapat remisi, kemudian klepto di swalayan tapi untuk tiga hal (kejahatan) itu kurang bijaksana ya, apalagi ngobral," ujar Ade lagi.
Politikus Partai Golkar tersebut mengakui bahwa latar belakang rencana revisi itu tak lain karena adanya kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) sehingga rentan gesekan hingga potensi kerusuhan khususnya di antara terpidana narkoba. Namun Ade menilai bahwa yang perlu digencarkan pemerintah saat ini adalah melakukan langkah pencegahan.
"Nah itu, makanya pemberantasan narkoba itu bukan hanya mengejar-ngejar yang pakai narkoba itu tapi harus ada langkah preventif," kata dia lagi.
(ren)