Haris Azhar Diminta Tambah Keterangan
- VIVA.co.id/Muhammad Solihin
VIVA.co.id – Kasus Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar hingga saat ini masih menjadi polemik. Bahkan kalangan pendukung Haris meminta agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim independen. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengatakan, pembentukan tim independen sedianya harus dengan bukti atau temuan awal.
Termasuk kata Arsul, jika Haris akan menyampaikan ceritanya kepada Presiden, maka setidaknya perlu ada penjelasan yang lebih rinci dibandingkan sekadar menyebut bahwa ada pejabat di Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang terlibat dalam bisnis haram gembong narkoba, Freddy Budiman. Penjelasan kata dia bisa dianalisis oleh Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
"Tugas KSP memberikan dukungan dan analisis data kepada Presiden. Kalau memang ada data awal atau bukti permulaan yang cukup, tentu tidak menutup kemungkinan (tim independen) dipertimbangkan Presiden," kata Arsul saat dihubungi, Senin 8 Agustus 2016.
Sementara Komisi III kata dia, setelah masa reses berencana mendengar langsung dari Haris Azhar soal pengakuan tersebut yang terjadi di Lapas Batu Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 2014 silam.
"Saya pernah berkomunikasi dengan Haris by telepon dan saya bilang kalau teman Komisi III mendengar dari dia, gimana. Dia bilang siap," ujar Politikus PPP tersebut.
Haris Azhar setelah mengunggah pengakuan Freddy Budiman tersebut belakangan dipolisikan oleh Polri, BNN dan TNI atas dugaan penghinaan yang mengarah kepada pencemaran nama baik.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VIII DPR, Khatibul Umam Wiranu mengatakan pelaporan tiga lembaga negara ini adalah tindakan berlebihan. Menurutnya, pelaporan itu menunjukkan tiga korps bersikap antikritik.
"Semestinya menjadi modal dasar bagi lembaga-lembaga tersebut untuk melakukan klarifikasi, konfirmasi dan investigasi di internal lembaganya untuk membersihkan lembaga-lembaga tersebut dari oknum nakal. Bukan justru melakukan kriminalisasi terhadap pembawa pesan. Langkah tersebut kontraproduktif," kata Khatibul dari Fraksi Partai Demokrat.