Mematahkan Peluang Tanpa Tanding Ahok
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bak semakin berkibar sejak keberhasilannya unjuk gigi dengan pengumpulan satu juta KTP (Kartu Tanda Penduduk) untuk maju di Pilkada DKI Jakarta.
Keberhasilan itu berbuah manis. Satu, dengan adanya sejuta KTP, Ahok artinya siap maju tanpa harus mengemis ke Partai Politik dan kedua, nama Ahok makin 'mahal' di mata Parpol. Maklum, dengan modal KTP saja, Ahok sudah bisa membuktikan. Apalagi dengan usungan parpol. Tentu, peluang menang semakin lebar.
Dan kini, usai Ahok resmi mendeklarasikan maju lewat parpol. Setidaknya kini sudah ada tiga partai yang telah meminang Ahok di Pilkada DKI 2017. Yakni, Golkar, Nasional Demokrat (Nasdem) dan Hati Nurani rakyat (Hanura). Total kursi di DPRD dengan ketiga partai ini sebanyak 24 kursi. Golkar (9 kursi), Hanura (10 kursi) dan Nasdem (5 kursi).
Atau boleh dibilang cukup untuk mendudukkan Ahok sebagai calon Gubernur ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta. "Kita membuat sistem baru untuk menghapus stigma. Dulu, stigmanya, kepala daerah kalau mau nyalon lagi mesti ngelobi," kata Ahok di balai Kota DKI, Kamis 4 Agustus 2016.
Ya, harus diakui 'sesumbar' Ahok tersebut memang beralasan. Maklum, dengan modal satu juta KTP, itu menjadi posisi tawar kuat Ahok melenggang lewat Parpol. Jadi maklum, bila parpol berniat meminang Ahok tanpa harus menunggu Ahok mengajukan diri.
Siap tempur Sandiaga
Kemunculan tiga parpol pengusung Ahok, tentu menjadi pertimbangan kuat parpol-parpol yang mungkin berseberangan dengan Ahok. Apalagi, kini belum ada figur tokoh yang kuat dan mungkin bisa menyaingi ketokohan Ahok di kepala warga Jakarta yang heterogen.
Sejauh ini, sejak isu Pilkada DKI 2017 menguat. Satu-satunya nama yang kini masih konsiten mengaku siap melawan Ahok adalah sang pengusaha berdarah Gorontalo, Sandiaga Uno.
FOTO: Sandiaga Uno
Pria yang pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh majalah Forbes tahun 2009 ini, mengklaim telah memiliki dua parpol yang siap menyokongnya. Yakni, Partai Gerindra (sudah deklarasi) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Jika memang dua parpol ini berkoalisi, maka total kursi sementara yang sudah diraup oleh Sandiaga sebanyak 26 kursi. Sebanyak 15 kursi milik Gerindra, partai besutan Prabowo dan sebanyak 11 kursi lagi dari PKS.
Sandiaga sendiri mengaku terus berkomunikasi dengan parpol lain untuk memperkuat dukungan. Beberapa partai itu seperti Demokrat, PAN, PKB dan PPP. "Berundingnya rutin banget, sampai 24 jam. Mereka semua kondusif. Kemungkinan besar bisa bergabung bersama (berkoalisi). Lebih 50 persen (tahap komunikasinya)," kata Sandiaga, Senin 8 Agustus 2016.
Menunggu Risma
Sejauh ini, jika menilik ke komposisi kursi di DPRD. Harus diakui PDIP, sebagai partai terbanyak penguasa DPRD, yakni 28 kursi, sepertinya lebih memilih bermain tenang.
Maklum, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini tanpa perlu koalisi parpol saja, sudah bisa mengusung calon sendiri. Ya, kekuatan partai banteng moncong putih ini di Jakarta memang tak perlu diragukan lagi. Hanya saja memang sepertinya PDIP tetap memilih bergeming 'merahasiakan' pergerakannya.
Namun belakangan, muncul isu bahwa PDIP akan memboyong Wali Kota terbaik di Surabaya Jawa Timur, Tri Rismaharini ke Jakarta. Tak jelas siapa yang mengembuskan isu ini, tapi sepertinya memang ada yang hendak menguji sesuatu.
Risma pun dikibas-kibas akan menjadi panantang Ahok. Sebabnya, sekarang posisi Ahok dan segala macam kemungkinannya memang berpeluang tanpa tanding di Jakarta. Bahkan meski kini ada seorang Sandiaga Uno.
FOTO: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini
Ya, Risma diakui fenomenal. Dua kali ia terbukti piawai menjaga Kota Surabaya di tangannya. Dan diakui, nama Risma sudah begitu populer di Indonesia termasuk di mata negara lain.
Sebab itu, maklum adanya Risma dianggap paling tepat untuk menjungkalkan Ahok di Jakarta. Figur keibuan Risma dianggap layak untuk meredam gaya Ahok yang kerap marah-marah dan jelek dalam berkomunikasi dengan orang lain.
"Risma paling ideal melawan Ahok. Mudah-mudahan PDIP menyambutnya," kata Sekretaris Jenderal Partai Amanat nasional Eddy Soeparno.
Kini gema dukungan Risma agar ke Surabaya, juga mulai bermunculan. Salah satunya dimulai dari kelompok Aliansi Pemuda Surabaya. Dengan percaya diri, kelompok ini mendatangi rumah Megawati Soekarnoputri dan memamerkan spanduk, "Arek Suroboyo Hibahkan Risma untuk Indonesia," pada Minggu 7 Agustus 2016.
"Jakarta butuh seorang Risma," kata Imam Budi Utomo, koordinator Aliansi Pemuda Surabaya.
Sementara itu, Risma yang juga kader PDIP. Sejauh ini belum menentukan sikap. Ia lebih memilih hal itu kepada partai yang membesarkannya. Atau dengan kata lain, jika memang PDIP meminta maju, maka tak ada kata penolakan.
Dan jika tetap diminta bertahan di Surabaya, maka Risma akan mematuhinya juga. Namun memang, sinyal Risma sepertinya lebih kukuh untuk bertahan di Surabaya.
"Yang menginginkan saya di Surabaya itu rakyat jelata, dan yang ingin saya maju ke Jakarta itu sedikit. Ini amanah berat, kalau saya melanggarnya berarti salah," kata Risma.
Alasan ini jugalah yang kini membuat PDIP kelimpungan untuk memilih calon. Memilih berkoalisi, maka menyia-nyiakan 28 kursi milik mereka. Sementara mencalonkan figur baru, belum ada yang bisa sepopuler Ahok. Tapi apa pun itu, politik itu dinamis dan sulit ditebak.
(ren)