Definisi 'Makar' Tidak Jelas, Pemerintah Salah Kaprah
- VIVA.co.id/Fajar Ginanjar
VIVA.co.id - Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W. Eddyono mengatakan bahwa istilah makar yang lazim diartikan sebagai tindakan melawan pemerintah dengan tujuan memisahkan diri, belum memiliki definisi yang universal secara hukum.
Sementara Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mencantumkan istilah makar setidaknya dalam delapan pasal. Sayangnya tidak ada satupun yang menjelaskan tentang definisi istilah itu.
"Dalam KUHP dibahas tentang ketentuan hukum untuk menindak persiapan atau perencanaan makar. Tapi KUHP yang jadi rujukan penegak hukum tidak mendefinisikan apa itu makar," ujar Supriyadi dalam konferensi pers di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 3 Agustus 2016.
Supriyadi mengatakan setiap lembaga pendidikan hukum, jaksa, hingga hakim di Indonesia, juga biasanya memegang definisi sesuai versi yang diyakini masing-masing. ICJR mencatat ada setidaknya 30 definisi yang lazim digunakan terkait makar dalam tindakan penegakan hukum.
"Harap dicatat, dari sekitar 30 terjemahan, tidak ada satu pun yang terjemahan resmi," ujarnya.
Dampaknya, upaya penegakan hukum terhadap hal yang dianggap tindakan makar menjadi kabur. Supriyadi mencontohkan, tindakan simpatisan Republik Maluku Selatan (RMS) menampilkan tarian cakalele di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau pengibaran bendera bintang kejora oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua.
Ada kalanya kata dia, ekspresi seni malah diartikan sebagai simbol ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pelakunya lantas diganjar hukuman pidana.
Â
Padahal, merujuk ke asal muasal katanya yakni al makr dari bahasa Arab, maka suatu tindakan baru bisa dianggap makar jika melibatkan tindakan fisik seperti penyerangan dengan senjata.
Supriyadi mengatakan, ICJR mencatat ada 15 kasus yang dianggap makar oleh pemerintah sepanjang 2003 hingga 2013. Namun menurutnya, tindakan yang sesungguhnya tepat masuk ke dalam definisi makar hanya ada tiga tindakan.
"Selebihnya adalah ekspresi politik secara damai," ujar Supriyadi.
ICJR karena itu meminta pemerintah perlu memperhatikan soal makar dan tindakan hukum terhadap makar selama ini. Termasuk kata dia, soal makar yang dituduhkan kepada organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang sempat ramai pada awal tahun ini.
Apabila istilah makar tersebut tidak memiliki versi tunggal, maka tindakan penindakan hukum yang keliru menurutnya rentan dialami oleh kelompok-kelompok lain pada masa yang akan datang.
"Ini implikasi terberat kalau (tindakan) Gafatar dikenakan pasal makar," ujar Supriyadi lagi soal Gafatar tersebut.