Istana Akui Dengarkan Masukan Habibie dan Komnas Perempuan
- Rifki Arsilan
VIVA.co.id – Eksekusi mati terhadap gembong narkoba sudah dilakukan terhadap empat terpidana mati di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat dini hari, 29 Juli 2016.
Belakangan, diketahui ada sejumlah masukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pelaksanaan eksekusi tersebut di antaranya dari Komnas Perempuan yang meminta penangguhan eksekusi Merry Utami dan juga dari Presiden Indonesia ke-3 BJ Habibie yang juga meminta agar eksekusi Zulfiqar Ali, warga negara Pakistan, ditinjau kembali.
"Pertama tentunya berbagai masukan yang diberikan baik itu Pak Habibie, Komnas Perempuan dan berbagai masukan jadi catatan pertimbangan oleh pemerintah," kata Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung di kantornya, Jakarta, Jumat, 29 Juli 2016.
Ia menjelaskan, Istana juga sudah berkomunikasi dengan Jaksa Agung HM Prasetyo menyangkut eksekusi yang semulai dijadwalkan untuk 14 orang menjadi empat terpidana.
Sementara, Jaksa Agung Prasetyo sendiri sudah memberikan keterangan ke publik mengenai eksekusi mati yang diakuinya terkesan tertutup.
"Jaksa Agung menyampaikan sudah menyampaikan kepada publik tentang alasan-alasan yang ada sesuai dengan masukan yang diberikan oleh Jampidum yang ada di lapangan yang bertanggung jawab secara langsung. Maka dengan demikian, sekali lagi masukan-masukan itu tentunya menjadi pertimbangan," kata mantan Sekjen PDI Perjuangan tersebut.
Namun Pramono tak menyimpulkan jika berbagai masukan itu yang kemudian membuat hanya empat terpidana mati yang dieksekusi. Hal tersebut kata dia sudah menjadi hak Kejaksaan Agung.
"Sebenarnya bukan hanya dari Pak Habibie, Komnas Perempuan, juga dari berbagai negara memberikan masukan terhadap hal itu."
(mus)