Plus Minus Sistem Proporsional Tertutup dan Terbuka
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Hetifah Sjaifudian, mengakui masih adanya polemik dalam persiapan revisi Undang Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang. Polemik tersebut utamanya terkait sistem pemilihan anggota DPR dari tingkat pusat hingga daerah, dengan sistem proporsional tertutup atau terbuka.
"Saat ini ada banyak kritik terhadap kaderisasi partai. Maka seharusnya partai memastikan orang-orang yang memiliki kapasitas, integritas dan kapabilitas untuk dikader dan dicalonkan. Setelah duduk agar ikut memperbaiki kualitas Parlemen kita," kata Hetifah saat dihubungi, Senin, 25 Juli 2016.
Politikus Partai Golkar ini menjelaskan bahwa salah satu kekeliruan partai saat ini adalah kurangnya internalisasi nilai-nilai parpol terhadap kadernya, termasuk bagi yang masuk ke Parlemen.
"Hal ini salah satunya akibat sistem pemilu proporsional terbuka, sehingga kampanye lebih terfokus pada popularitas individu, bukan pada program-program dan kinerja partai," paparnya.
Namun, Hetifah mengatakan, sistem proporsional terbuka mempunyai kelebihan yaitu, adanya peluang yang sama bagi setiap kader yang dicalonkan untuk dipilih.
"Rakyat memiliki kedaulatan penuh untuk menentukan siapa yang akan duduk di Parlemen sesuai pilihannya. Caleg (calon legislatif) terpilih lebih dekat dengan konstituen dan harus merawat hubungannya dengan pemilih," ujar Hetifah.
Dia mengatakan, baik sistem proporsional tertutup maupun terbuka memiliki kelebihan masing-masing. Sistem proporsional tertutup membuat partai politik lebih berperan. Sementara itu, saat ini yang diberlakukan adalah sistem proporsional terbuka.
"Prinsipnya kita harus belajar dari pengalaman dan terus memperbaiki sistem yang ada untuk mendapatkan hasil Pemilu yang terbaik," kata Hetifah. (ase)