Kasus Korupsi, Misteri Rapat Setengah Kamar di DPR
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA.co.id – Persidangan perkara dugaan suap proyek pembangunan jalan pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menguak adanya pertemuan informal yang disebut sebagai "Pertemuan Setengah Kamar".
Pertemuan yang hanya dihadiri oleh Pimpinan Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), para ketua fraksi serta pejabat eselon 1 Kementerian PUPR itu disebut membahas jatah program dana aspirasi anggota dewan yang akan disalurkan.
"Pertemuan informal itu kan memberikan keterangan. Jadi ini yang diceritakan adalah aspirasi jatah. Menurut keterangannya, Pak Hasanudin (Kabiro Perencanaan Kementerian PUPR) di persidangan, itu fee jatahnya para preman. Itu dia nyebutnya yang lalu itu," kata pengacara Damayanti Wisnu Putranti, Wirawan Adnan, usai persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 20 Juli 2016.
Menurut Wirawan, kliennya tidak pernah ikut dalam pertemuan itu. Damayanti hanya mengetahui pertemuan itu memang ada dari tenaga ahlinya.
Wirawan menyebut terdapat nilai total Rp2,8 triliun dana aspirasi yang kemudian dibagi-bagi jatahnya dalam "Rapat Setengah Kamar" itu.
"Jadi kan totalnya Rp2,8 triliun itu semua Komisi V dapat, termasuk pimpinannya," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bagian Sekretariat Komisi V DPR, Prima Maria, tidak menampik adanya pertemuan informal bertempat di ruang rapat Komisi V DPR pada sekitar bulan September 2015.
Pertemuan yang kemudian disebut sebagai "Rapat Setengah Kamar" tersebut dihadiri oleh Sekjen Kementerian PUPR, Taufik Widjojono, serta semua ketua fraksi di Komisi V. "Ya benar, ada pertemuan," kata Prima.
Kendati demikian, Prima mengaku tidak dilibatkan sebagai notulen dalam rapat tersebut. Prima hanya mengakui mengirimkan pesan singkat terkait undangan rapat itu.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi V DPR, Michael Wattimena, juga dalam keterangan melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengakui mengenai adanya rapat tersebut. Keterangannya itu langsung dikonfirmasi oleh jaksa kepada Michael yang turut dihadirkan sebagai saksi.
Namun Michael menampik mengenai penamaan "Rapat Setengah Kamar" itu berasal dari Pimpinan Komisi V. Hanya dia justru mengaku tidak persis ingat adanya rapat itu.
"Terminologi di kami tidak ada rapat setengah kamar, saya tidak ingat rapat itu. Saya juga tidak paham rapat setengah kamar," sebut dia.
Senada dengan Michael, Ketua Komisi V, Fary Djemi Francis, serta Wakil Ketua Komisi V, Yudi Widiana Adia, kompak membantah mengetahui mengenai adanya rapat tersebut. "Tidak tahu dan tidak pernah," sebut Yudi.
Terkait pembahasan dalam rapat tersebut juga sempat ditanyakan oleh hakim. Namun Fary menyatakan bahwa besaran jatah dana aspirasi merupakan kewenangan dari Kementerian PUPR.
"Kewenangan menetapkan ada di Kementerian PUPR," kata Fary.
Namun pernyataan para pimpinan tersebut dibantah oleh Damayanti. Menurut dia, pertemuan itu memang ada dan membahas mengenai pembagian besaran jatah dana aspirasi.
"Yang menentukan pembagian besaran jatah aspirasi adalah Komisi V dan para Kapoksi (kelompok fraksi). Anggota Komisi V hanya mengikuti apa yang disepakati dengan instruksi," kata tersangka kasus korupsi jalan itu.
Terkait kasus ini, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 3 orang Anggota Komisi V DPR sebagai tersangka yakni Damayanti, Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro. Mereka diduga menerima suap dari pengusaha sebagai fee lantaran telah menyalurkan dana aspirasinya pada proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara.