Operasi Militer Pembebasan WNI Jadi Opsi Terakhir
- VIVA.co.id/Filzah Adini Lubis
VIVA.co.id – Pemerintah menegaskan tidak akan menggunakan operasi militer untuk membebaskan 10 warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
Pada 20 Juni 2016 terdapat 7 WNI yang disandera yang merupakan anak buah kapal (ABK) Kapal Charles 001. Terbaru, pada Sabtu, 9 Juli 2016, tiga pekerja WNI yang bekerja untuk perusahaan Malaysia juga disandera. Ketiganya adalah Lorence Koten (34), Teodorus Kopong (42) dan Emanuel (46).
Menyikapi upaya pembebasan itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan, meminta waktu khusus membicarakan hal tersebut dengan Presiden Joko Widodo.
Luhut lalu membeberkan pembicaraan dengan Presiden yang digelar di Istana, yaitu soal opsi-opsi yang akan diambil. Kata Luhut, pemerintah Indonesia sudah memiliki opsi langkah pembebasan.
"Kami terus terang sudah punya pilihan-pilihan apa yang akan kami lakukan menyangkut penyanderaan, karena ini bukan kasus pertama. Tapi satu hal, opsi untuk melakukan operasi militer masih kami kesampingkan," ujar Luhut di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2016.
Alasan opsi militer dikesampingkan, menurut Luhut, karena menyangkut penghormatan terhadap konstitusi negara lain. Lokasi penyanderaan yang bukan di wilayah Indonesia melainkan di Filipina dan perairan Malaysia tersebut, menjadi alasan utamanya.
"Yang tentu kita harus menghormati ini," kata Luhut.
Pemerintah, diakui Luhut, masih menyerahkan upaya pembebasan kepada negara setempat. Namun Indonesia siap bergerak pada saat kapan pun diperlukan.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai bahwa cara persuasif yang dilakukan pemerintah Indonesia bisa menjadi alasan berulangnya penyanderaan terhadap ABK. Luhut lantas merespons hal tersebut tanpa membantahnya.
"Ya bisa saja begitu," kata Luhut soal pernyataan Panglima TNI itu. (ase)