Jokowi: Sindikat Vaksin Palsu Harus Dihukum Berat
- ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menginstruksikan kepada Kapolri agar mengusut tuntas pelaku baik pembuat hingga pengedar vaksin palsu. Jokowi menganggap, kasus vaksin palsu merupakan kejahatan luar biasa layaknya narkoba. Oleh karena itu Presiden meminta pelakunya juga harus dihukum dengan seberat-beratnya.
"Saya harapkan ini nanti juga untuk hukumannya betul-betul jangan terulang lagi, berikan hukuman yang seberat-beratnya. Baik pada yang memproduksi, baik pada yang mengedarkan, memasarkan semuanya," ujar Presiden Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa, 28 Juni 2016.
Diduga banyak pihak yang terlibat dari sindikat vaksin palsu yang sudah berlangsung sejak tahun 2003 tersebut. Presiden meminta agar sindikat vaksin tersebut dibongkar tuntas termasuk jika ada dugaan keterlibatan dari otoritas pemerintah terkait.
"Artinya menelusuri menangkap itu artinya itu baik oknum yang ada di pemerintahan, baik yang memproduksi, baik yang memasarkan baik yang mengedarkan, semuanya. Jangan dianggap remeh masalah ini," tegasnya.
Hingga saat ini, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan masih terus memburu para pelaku kejahatan pembuatan vaksin palsu di Tanah Air.
"Kami bekerja sama dengan penyidik Polda, Polres dan jajaran se-Indonesia untuk segera tangani secara cepat, agar tidak ada lagi vaksin palsu," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Agung Setya di Jakarta Selatan.
Agung memastikan, proses penyidikan kasus tindak pidana kejahatan vaksin palsu ini harus sampai kepada Kejaksaan hingga ke meja persidangan. Proses penyidikan kasus pembuatan vaksin palsu tersebut kata dia bukan didasarkan dari laporan masyarakat namun didasarkan penelusuran penyidik Kepolisian sendiri.
"Kami temukan ada ranah pidana, kami naikkan ke penyidikan. Kami temukan toko obat yang menjual vaksin yang kami pastikan palsu," katanya.
Sejauh ini polisi sudah menetapkan 16 tersangka kasus pembuatan vaksin palsu di wilayah Jakarta, Bekasi, Jawa Barat dan Tangerang, Banten. Ditengarai komplotan terbagi dalam empat jaringan.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 197 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.