Kerap Belajar di Luar Negeri, Ketajaman Analisis Tito Diuji
- VIVA.co.id/ Eka Permadi
VIVA.co.id – Calon tunggal Kepala Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Tito Karnavian, hari ini sibuk melayani hujan pertanyaan para anggota DPR dalam uji kepatutan dan kelayakan hari ini. Para anggota Komisi III DPR itu menanyai dia beragam topik.
Salah satunya dari anggota Komisi III, Arsul Sani. Dia menanyakan kepada Tito soal pendekatan penanggulangan terorisme.
Arsul paparkan opsi kepada Tito soal tiga pendekatan penanggulangan terorisme yang akan diterapkan yaitu pendekatan criminal justice system 'sistem penegakan peradilan', war approach 'pendekatan perang' atau homeland based security 'keamanan dalam negeri' seperti yang dilakukan di Amerika Serikat.
"Apakah pendekatan criminal justice system akan menjadi komitmen atau tetap pendekatan yang selama ini dikeluhkan masyarakat terjadi," kata Arsul Sani dari Fraksi PPP sebagaimana disiarkan tvOne, Kamis 23 Juni 2016.
Arsul mengatakan pendekatan criminal justice system sempat diterapkan pada era Kapolri Dai Bachtiar. Namun saat ini penanggulangan terorisme kata Arsul cenderung lebih agresif dan tak jarang terduga teroris ditembak mati di tempat.
"Kalau ada enam teroris tertangkap, enamnya tertembak mati, kalau empat maka empat mati," katanya.
Arsul mengatakan bahwa dengan kondisi pendekatan perang terhadap terorisme, jamak dilaporkan terduga teroris yang meregang nyawa tanpa alasan yang jelas. Selain itu Arsul juga menanyakan soal revisi UU Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme yang di dalamnya terdapat substansi perluasan kewenangan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Dia mengatakan, legislasi penanggulangan terorisme memang identik dengan lex specialis 'hak hukum khusus' bagi penegak hukum. Namun dia menilai, berkaca pada penanggulangan terorisme di negara-negara yang lebih maju maka perlu adanya perlindungan hak warga negara sekaligus pengawasan terhadap penegak hukum. Sebagai contoh di Inggris terdapat Independent Reviewer yang menjadi pemantau hal tersebut.
"Kira-kira dengan perluasan kewenangan yang dimintakan termasuk lamanya penangkapan, imbangan perlindungan HAM yang seperti apa sepatutnya diberikan kepada masyarakat dalam konteks UU Terorisme ini," katanya.
Pendapat Tito juga ditanyakan mengenai perlu tidaknya pengawasan kerja intelijen di DPR. Arsul mengatakan, dengan latar belakang akademik lanjutannya di sejumlah negara dan pengalaman karier di bidang terorisme, Tito bakal bisa memberikan pendapat tepat mengenai isu-isu tersebut.
Merujuk pada daftar riwayat hidupnya, Tito diketahui beberapa kali mengenyam pendidikan akademik di luar negeri. Dia meraih PhD dengan disertasi soal terorisme di Rajaratnam School, Nanyang Technological University, Singapura. Sebelumnya dia juga menyelesaikan pendidikan Studi Strategi di Massey University Auckland, Selandia Baru dan meraih gelar Master of Arts dalam bidang Police Studies di Exeter University, Inggris.
(ren)