UU Pilkada Baru, KPU dan Bawaslu Disebut Terbelenggu DPR
VIVA.co.id – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyayangkan adanya pasal dalam Undang Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hasil revisi yang mewajibkan penyelenggara pemilihan mengikuti rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Ada pengaturan yang sangat disayangkan isinya setiap peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan peraturan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) wajib dikonsultasikan dan ada kesepakatan yang mengikat. Itu jelas memengaruhi kemandirian KPU," kata Titi melalui pesan singkat, Jumat, 3 Juni 2016.
Titi beralasan, dengan aturan itu, tak ada pilihan lain bagi penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu untuk tidak mengikuti rekomendasi DPR. Jika tidak mematuhi maka penyelenggara pemilihan bakal disebut melanggar UU Pilkada Pasal 9 (a) dan 22Â (b).
"Tidak ada pilihan lain untuk KPU," ujar Titi.
Isi Pasal 9 (a) tersebut adalah, "Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat".
Sedangkan, pasal 22b huruf (a) berisi, "Tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan pemilihan meliputi menyusun dan menetapkan peraturan Bawaslu dan pedoman teknis pengawasan untuk setiap tahapan pemilihan serta pedoman tata cara pemeriksaan, pemberian rekomendasi dan putusan atas keberatan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat".
Menurut Titi, aturan tersebut semestinya tidak perlu ada sebab akan mengganggu kebijakan penyelenggara Pemilu yang seharusnya mandiri dan tidak terbelenggu lembaga-lembaga tertentu.
"KPU dan Bawaslu harus tetap mandiri, tidak dipengaruhi (siapapun)," katanya.
(mus)