Pasal UU Pilkada Ini Berpotensi Ganggu Tahapan Pemilihan
- VIVA.co.id/ Moh Nadlir
VIVA.co.id - Sejumlah pasal hasil revisi Undang Undang (UU) tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) menjadi catatan. Bahkan, salah satunya dinilai berpotensi mengganggu tahapan pesta demokrasi daerah itu.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, mengatakan bahwa pasal potensial membuat tarik-menarik antara KPU dan DPR dalam menyusun peraturan turunan atau Peraturan KPU (PKPU) tercantum dalam pasal 9 (a).
Alasannya, penyelenggara yang seharusnya mandiri sebagaimana amanat konstitusi, justru harus tergantung dan terikat dengan rekomendasi para anggota Dewan yang tercantum dalam pasal itu.
"Bisa saja (tahapan terganggu), karena DPR itu lembaga politik. Sedangkan kami (KPU) ini harus mengurus satu pelaksanaan teknis yang tidak boleh mencerminkan kekuatan politik tertentu," ujar Hadar di Jakarta, 2 Juni 2016.
Menurut Hadar, seharusnya yang disebut sebagai mandiri adalah bebas intervensi dari luar penyelenggara pemilihan dalam mengambil keputusan atau kebijakan yang diatur pada PKPU atau pedoman teknis penyelenggaraan pemilihan lain.
“Kami harus mandiri untuk mengambil keputusan itu. Mandiri bukan merem (diam), tapi kami harus punya pertimbangan betul. Bagaimana membaca semua peraturan, kami diskusikan, kami dengarkan masukan sana-sini, tapi begitu kami ambil keputusan haruslah keyakinan kami sendiri," kata Hadar.
Karena itu, kata Hadar, keputusan yang diambil KPU tidak boleh akibat desakan pihak-pihak luar penyelenggara.Â
"Bahwa ini peraturannya seperti ini, juknisnya (petunjuk teknis) harus seperti ini, tidak boleh kami mengambil gara-gara desakan. Ini ditekan atau ini adalah masukan yang harus kami ikuti. Itu bukan mandiri namanya," ujarnya.
Pasal 9 (a) Undang Undang Pilkada yang baru disahkan DPR pada 2 Juni 2016 berbunyi: tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi menyusun dan menetapkan Peraturan KPU (PKPU) dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.