Hasil Revisi UU Pilkada Dinilai Kurangi Kemandirian KPU

Rapat Koordinasi antara KPU, Bawaslu, DKPP dan Pemerintah beberapa waktu lalu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Paripurna DPR telah mengesahkan revisi . Sejumlah poin krusial tak berubah. Syarat calon independen tetap sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Bicara Pilkada Lewat DPRD, Fadli Zon Mengaku Ingat Ahok

Poin soal harus mundurnya anggota DPR yang berlaga di Pilkada juga tak berubah. Sedangkan petahana juga tak perlu mundur. Hanya saja, pasal 9 dalam itu justru dinilai melemahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Bunyi pasal dalam tersebut yakni, tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan pemilihan meliputi, Menyusun dan menetapkan Peraturan KPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilihan setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah dalam forum rapat dengar pendapat yang keputusannya bersifat mengikat.

Yusril Sebut UU Pilkada Legalkan Kecurangan

Terkait itu, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengungkapkan bahwa dirinya kaget dengan adanya perubahan aturan yang termuat dalam pasal 9 . Alasannya, selama ini publik hanya dihebohkan dengan isu soal presentase syarat maju dari partai politik (parpol) atau perseorangan, maju mundurnya anggota dewan yang akan ikut Pilkada.

"Yang kita dengar tentang presentase, mundur tidak mundur, tahu-tahu ada pasal yang sangat prinsip tentang posisi KPU, Bawaslu, sebagai penyelenggara yang diatur didalam konstitusi dan hubungannya dengan lembaga lainnya dalam hal ini adalah DPR," ujar Hadar di Jakarta, Kamis 2 Juni 2016.

Anggota DPR Ini Dorong Presidential Threshold Ditiadakan

Hadar berujar, aturan tersebut sangat mungkin berpotensi besar mengurangi kemandirian penyelenggara Pilkada. Seharusnya KPU, sebagai lembaga yang mandiri, punya kebebasan yang cukup untuk mengambil keputusan berdasarkan apa yang diyakini sebagaimana UU.

"Apa yang kami yakini, sesuai dengan UU dengan peraturan dan yang kami yakini itu adalah satu kebijakan yang tepat. Tapi dengan adanya pengaturan seperti ini bisa saja apa yang sudah diusulkan itu tidak tepat. Tapi kami terikat mengadopsinya," katanya.

Hadar mencontohkan, pernah dalam satu ketika Komisi II DPR meminta KPU untuk tidak mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Tahapan, Program, Jadwal terlebih dahulu sebelum melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para wakil rakyat tersebut.

Hanya saja, sampai dengan waktu yang semakin mepet, RDP tersebut tak kunjung dilakukan oleh DPR, sehingga KPU mau tidak mau, langsung mengesahkan PKPU tersebut tanpa menunggu lagi RDP dengan para anggota dewan.

"UU yang masih berlaku menugaskan kami mempersiapkan Pilkada. Kalau kami tidak lakukan, tidak ada jadwal persiapannya tak mulai dan kami akan melanggar UU dong. Di situ yang namanya kemandirian, kami yakini bahwa ini adalah benar sesuai dengan UU bukan melanggar UU," kata Hadar.

Untuk itu, pasal 9 hasil revisi tersebut cukup mengejutkan KPU. Bahkan KPU juga menyayangkan hasil RUU tersebut. "Itu keputusan baru yang kami surprise-kan. Kemarin tak kedengaran. Begitulah kami terkaget, intinya kami terkaget dan kami menyayangkan. Kami respon lebih lanjut tunggu dulu lah. Jangan-jangan nanti ada proses harmonisasi tahu-tahu hilang."

(mus) 

Ilustrasi kotak suara

Koruptor Tak Boleh Maju Harus Diatur di UU Pilkada dan PKPU

Arief Budiman menilai tak hanya di PKPU harusnya di UU agar kuat.

img_title
VIVA.co.id
26 September 2019