Venna Melinda Ragukan Efektivitas Perppu Kebiri
- Instagram.com/venna.melinda
VIVA.co.id - Artis sekaligus anggota DPR Venna Melinda meragukan efektivitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 1/2016 tentang perubahan Kedua UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Hukum kebiri yang yang diberlakukan pemerintah terhadap pelaku pencabulan belum tentu bisa mengurangi dampak tersebut.
"Apa ini efektif? Karena pola pikirnya pun juga mendukung orang. Misalnya kejahatan seksual, dia tidak bisa lagi menggunakan alat reproduksinya karena dikebiri. Tapi kalau otaknya, mindsetnya belum dibenarin, masih mesum terus," kata Venna di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, 26 Mei 2016.
Menurutnya, perlu adanya pembinaan secara rutin kepada pelaku penikmat pornografi. Pencegahan tersebut bisa dilakukan caranya dengan kegiatan positif, seperti ekstra kurikuler di sekolah.
"Orang sekarang nonton film aja bisa punya ide kok. Karenanya, kalau mereka dikonversikan dengan kegiatan-kegiatan positif seperti kegiatan olah raga, kesenian, atau kebudayaan, itu bisa mengonversi keinginan mereka untuk berbuat kejahatan seksual," katanya.
Selain itu, Vena menyarankan supaya para pelaku kejahatan seksual diberikan pendampingan supaya tidak terjadi hal serupa di kemudian hari.
"Nah itu, lalu bagaimana pendampingan-pendampingan khususnya psikologis seperti apa. Nah itu harusnya dalam Perppu juga jangan terpisah, jangan kebirinya saja. Bagaimana pendampingannya, konselingnya, baik pelaku dan korban. Kalau kebirinya saja, kita nggak mikirin efek sosial. Jadi harus menyeluruh," katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut diumumkan Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu sore, 25 Mei 2016.
Perppu Kebiri berisi pemberatan pidana bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, yaitu berupa ditambah sepertiga dari ancaman pidana, dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Dengan pertimbangan bahwa kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat secara signifikan yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, maka Perppu ini juga mengatur tiga sanksi tambahan. Tiga sanksi tambahan itu yakni kebiri kimiawi, identitas pelaku diumumkan ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik atau chip.