Boediono Ungkap Hambatan Realisasi Negara Kesejahteraan
- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Boediono menjelaskan bahwa negara kesejahteraan adalah konsep yang cocok dengan Indonesia. Namun, kendalanya konsep tersebut tak selalu diteruskan dengan konsisten oleh pemerintahan yang berganti tiap lima tahun sekali.
"Dalam UUD 1945 sangat jelas bahwa negara Indonesia memiliki konsep negara kesejahteraan, namun demikian untuk mewujudkan negara kesejahteraan butuh waktu sangat panjang, bukan siklus lima tahunan politik saja," kata Boediono dalam Sidang Pleno I, Konvensi Nasional Indonesia Berkemajemukan di Kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, Senin 23 Mei 2016.
Konsep ini, kata Boediono, akan menghadirkan pemerataan pembangunan bagi masyarakat Indonesia yang tersebar luas. Selain itu, jaminan kesejahteraan akan menjaga persatuan sebuah masyarakat majemuk, suku, dan agama sebagaimana yang ada di Tanah Air.
Boediono mengatakan, konsep kesejahteraan memang sangat kental terlihat pada era Orde Baru dengan adanya konsep Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Namun, sayangnya belum ada anggaran yang ditegaskan menjadi anggaran yang tidak bisa diutak-atik, seperti anggaran kesehatan dan pendidikan sebagai kebutuhan dasar rakyat.
"Bahkan, program-program ambisius untuk menyejahterakan rakyat Indonesia dibuat seperti anggaran 20 persen untuk pendidikan, dana abadi untuk beasisiwa warga miskin, insentif bagi guru. Namun, sayangnya belum berjalan mulus," kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada ini.
Sementara itu, hal lain yang menjadi hambatan adalah masih adanya program yang tumpang tindih, sehingga pelaksanaan program tidak bisa dijalankan dengan efektif. Selain peran pemerintah, dukungan atas terwujudnya negara kesejahteraan tak terlepas dari peran masyarakat dan swasta.
Program pemberdayaan yang dilakukan pihak-pihak nonpemerintah, menurut Boediono, bakal berdampak positif terhadap nilai-nilai negara kesejahteraan tersebut.
"Misalnya Muhammadiyah, dengan pendidikannya mampu mendukung program wajar 12 tahun. Rumah sakit juga ada milik Muhammadiyah dan mendukung program kesehatan milik pemerintah," kata Boediono saat memberi contoh. (asp)