Golkar Bergabung ke Pemerintah, Konstelasi Politik Berubah?
- Cahyo/Biro Pers-Setpres
VIVA.co.id – Direktur Eksekutif Poltracking Institute, Hanta Yuda menilai, bergabungnya Partai Golkar ke pemerintahan kabinet kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) menimbulkan beberapa implikasi pergeseran lempeng politik dalam negeri.
Menurut dia, ada tiga implikasi. Di antaranya, konstelasi atau pertarungan di Istana, konstelasi di koalisi, dan konstelasi di pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Konstelasi di Istana dengan menangnya Setya Novanto, maka itu akan memperkuat posisi Luhut Binsar Pandjaitan, sekaligus Pak Jokowi. Di saat yang sama posisi tawar Pak JK melemah," kata Hanta di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu, 21 Mei 2016.
Namun, kalau Ketua DPR, Ade Komarudin, atau yang biasa disapa Akom, saat itu memenangi pertarungan Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) di Bali, maka kekuatan Jusuf Kalla di Istana semakin menguat.
"Sebaliknya, kalau Akom menang, itu Pak JK yang kuat, kontrol Golkar itu ada di Pak JK. Tapi, dengan menangnya Setya Novanto kontrol Golkar penuh ada di Pak Luhut sebenarnya," ujarnya.
Kemudian, kata Hanta, konstelasi koalisi Jokowi juga mulai bergeser. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak lagi hanya bergantung kepada Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ataupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Karena ada pasang surut relasi dengan PDIP, kan ada alternatif Golkar. Karena itu ada pergesaran, posisi tawar KIH agak turun, nanti ada dinamika reshuffle," katanya.