Golkar Merapat, Pemerintah Belum Tentu 'Aman' di Parlemen
- ANTARA/Wira Suryantala
VIVA.co.id – Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mengatakan bahwa keputusan Partai Golkar merapat ke Istana tak menjamin bahwa pemerintah akan ‘aman’ di parlemen.
"Tidak gaduh, belum tentu. Sejauh kepentingan itu sama tentu kegaduhan itu bisa dihindari. Tapi ketika ada kepentingan berbeda, kegaduhan itu tak bisa dihindari," kata Nasir di Hotel Sari Pan Pacific, Ruang Istana 2, Jalan M.H. Thamrin Nomor 6, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Mei 2016.
Karena itu menurut Nasir, jangan berpikir secara simplikasi bahwa Golkar, yang memiliki suara signifikan di DPR, lalu merapat ke istana, akan bisa menjamin tidak ada kegaduhan di parlemen.
"Saya tidak jamin itu," ujar dia.
Nasir juga berujar, Golkar dukung pemerintah sebagai konsekuensi dari tidak adanya koalisi permanen di DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan pemerintahan. Imbasnya, menyebabkan kekuatan politik bisa menyeberang atau mendukung pemerintah.
"Tidak ada koalisi yang berdasarkan ideologi lalu didasarkan pada kepentingan. Sebab, di Indonesia tidak dikenal oposisi murni. Jadi setiap ada kepentingan kekuatan politik itu merapat pada kekuasan," ucapa politisi PKS tersebut.
Sementara itu, meski ditinggal satu persatu anggota Koalisi Merah Putih (KMP), PKS kata dia, akan tetap di dalam posisi oposisi di luar pemerintahan. "Tetap kritis, konstruktif, artinya walaupun kita di luar bukan tidak membantu pemerintah," kata dia.
Alasannya kata Nasir, PKS tetap menekankan kepentingan nasional. Karenanya, bukan berarti PKS di luar pemerintah, seolah-olah menyerang terus.
"Kita serang, kritik, karena di lapangan ada kondisi yang tidak sesuai. Kita sampaikan, bukan kita benci atau tidak suka dan bermusuhan dengan pemerintah," tegas dia.