Tujuh Versus Satu soal Mekanisme Pemilihan Ketum Golkar
- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA.co.id – Tujuh dari delapan bakal calon ketua umum Partai Golkar sepakat menolak pemilihan secara terbuka. Tujuh kandidat minus Setya Novanto itu menandatangani kesepakatan secara tertulis.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh Ade Komarudin, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Priyo Budi Santoso, Syahrul Yasin Limpo, Airlangga Hartarto. Sementara Indra Bambang Utoyo tidak hadir namun menyepakati kesepakatan itu.
"Indra barusan telepon saya. Dia sepakat dengan kesepakatan ini. Kalau harus mundur akan mundur," Kaya Syahrul Yasin Limpo di lokasi Munaslub Golkar, Bali, Minggu 15 Mei 2016.
Sementara Ade Komarudin menjelaskan bahwa tujuh bakal calon ketua umum sudah memiliki kesepakatan bersama tersebut tanpa paksaan.
"Satu visi pemikiran bersama untuk menjaga musyawarah luar biasa berjalan demokratis," kata Ade.
Hal senada disampaikan Airlangga Hartarto yang menilai bahwa voting secara tertutup juga menunjukkan demokrasi sebagai partai politik yang modern.
Sementara Aziz Syamsudin menambahkan, para calon ketua umum sudah siap menang dan sudah siap kalah. Namun proses menang kalah harus dialami sesuai aturan dan AD/ART.
"Maka pemilihan harus bebas, objektif dan tertutup. Sesuai dengan AD/ART dan konvensi internasional," kata Aziz.
Munaslub menurutnya selayaknya dilakukan tertutup sehingga lebih memberikan kebebasan namun tetap rahasia.
Dalam kesempatan berbeda, Tim Sukses bakal calon Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto mengatakan bahwa mereka sendiri tak mempermasalahkan jika pemilihan dilakukan terbuka atau tertutup. Aturan yang diputuskan munaslub akan diikuti tanpa beban. Oleh karena itu, Setya dalam posisi tak sejalan dengan tujuh kandiat lain yang menginginkan pemilihan dilakukan tertutup.
"Pak Setya Novanto mengatakan siap menjalankan pemilihan dengan sistem apa pun," kata Nurul Arifin yang merupakan Tim Sukses Setya Novanto di Kawasan Bali Nusa Dua Convention Center.