Kubu Romi Tuding Kubu Djan Faridz Menyesatkan
- VIVA.co.id/Moh. Nadlir
VIVA.co.id – PPP Kubu Djan Faridz menuding pemerintah tidak menghormati hukum karena tidak melaksanakan Putusan Mahkamah Agung untuk mengesahkan kepengurusannya. Alih-alih mematuhi putusan lembaga tertinggi di cabang kekuasaan yudikatif itu, Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII di Asrama Haji Pondok Gede, April lalu.
Menjawab tudingan kubu Djan Faridz, Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuzy, Arsul Sani, menegaskan apa yang dituduhkan oleh Kubu Djan kepada Pemerintah merupakan penyesatan informasi kepada publik.
"Klaim kubu Djan Faridz Soal Putusan MA menyesatkan," kata Arsul dalam keterangannya, Jumat 6 Mei 2016.
Arsul berujar, putusan MA yang gugatannya dikabulkan adalah perkara perdata atas nama penggugat intervensi bernama Majid Kamil, salah seorang kader PPP, bukan gugatan dari Djan Faridz.
Sementara, gugatan Djan dalam perkara itu adalah pihak-pihak yang dalil jawabannya ditolak oleh Pengadilan. Sedangkan Majid Kamil sebagai penggugat intervensi yang dikabulkan gugatannya sudah berdamai dengan ikut Muktamar VIII dan menerima semua keputusan muktamar.
"Sebagai pihak pemenang yang berhak mengajukan eksekusi putusan, Majid Kamil tidak pernah mengajukan permohonan eksekusi baik kepada pengadilan maupun Menkumham, bahkah ia masuk menjadi salah satu ketua dalam kepengurusan PPP saat ini," kata Arsul.
Karena itu, menurut Arsul soal putusan MA sebenarnya tidak ada lagi daya paksanya secara hukum. Terlebih, setelah 48 orang pengurus inti dari kubu Djan Faridz juga sudah bergabung dalam Muktamar VIII dan menjadi pengurus hasil Muktamar yg disahkan Menkumham.
Arsul juga menyentil beberapa pengamat hukum juga menjadi disesatkan oleh info yang disampaikan kubu Djan. "Parahnya beberapa pengamat hukum ini belum membaca sendiri berkas perkara dan putusan MA-nya tapi langsung berkomentar ikut arusnya Djan Faridz," ujar Arsul.
Arsul menyarankan bagi kubu Djan yang masih menolak, pilihan yang paling baik yakni bergabung dengan kepengurusan hasil Muktamar VIII. "Pintu islahnya tetap kami buka. Yang penting Pak Djan jangan lagi mau disesatkan dengan orang-orang yang baru masuk PPP yang tidak tahu apa-apa tentang ke-PPP-an," kata Arsul.
Sebelumnya, Wakil Sekjen PPP hasil Muktamar Jakarta ini, kepengurusan PPP yang sah di mata hukum ialah di bawah pimpinan Djan Faridz. Hal ini mengacu pada putusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung (MA) Nomor 601/2015.
Sudarto mengungkapkan, dalam amar putusannya, MA membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengesahkan SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang sebelumnya sempat memilih Romy sebagai ketua umum.
Berbekal putusan MA tersebut, kubu Djan Faridz menyatakan bakal terus melakukan perlawanan terhadap kubu Romy. "Ingat putusan MA 601/2015 itu akan berlaku sampai kapan pun. Ini adalah perlawanan. Yang namanya perlawanan tak akan berhenti, ini adalah jihad dari seluruh kader PPP. Kita punya prinsip," tegasnya.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, menilai Muktamar Islah Partai Persatuan Pembangunan yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, tetap tidak sah secara hukum. Oleh karena itu, dia memperkirakan konflik di internal PPP masih juga belum rampung.
"Enggak sah juga karena tidak berdasarkan putusan MA," kata Margarito kepada VIVA.co.id, Jumat, 29 April 2016.
Margarito menyarankan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz untuk mengambil langkah hukum, yaitu dengan melayangkan gugatan ke pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Kalau sekarang Djan Faridz perkarakan saja lagi, SK untuk mengesahkan kepengurusan yang sekarang karena bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik," ujar Margarito.