Pemerintah Tak Transparan soal Dana Tebusan Dinilai Wajar
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya menilai, wajar jika pemerintah Indonesia terkesan menutup diri soal dugaan pembayaran tebusan 50 juta peso atau Rp15 miliar untuk pembebasan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Namun dia menilai pembebasan tergolong cepat dan diyakini melalui operasi intelijen yang cukup efektif.
"Meski pemerintah menutup informasi soal apakah hasil diplomasi atau karena ditebus. Ini sangat bisa dimengerti, mungkin ini soal reputasi dan kredibilitas pemerintah Indonesia di samping ini persoalan krusial ingin menjaga hubungan baik dengan pemerintah Filipina," jelas Harits dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Senin 2 Mei 2016.
Diakui Harits, peran intelijen TNI seperti BAIS dan unsur terkait lainnya menjadi kunci pembebasan 10 WNI tersebut. Pembebasan WNI ini bakal meningkatkan optimisme publik bahwa intelijen Indonesia mampu membangun koneksi dengan pihak Abu Sayyaf.
Dengan begitu, ia berharap empat WNI yang tersisa bisa segera dibebaskan dengan selamat.
"Kita lihat saja beberapa hari mendatang, meski tidak menutup kemungkinan akan lebih sulit atau perkara unpredictable karena bisa jadi kelompok ini benar-benar butuh tebusan dan bersikukuh harus dapatkan tebusan baru melepas sandera," jelas pengamat terorisme itu.
Sebelumnya, 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina berhasil dibebaskan pada Minggu 1 Mei 2016.
Seluruh sandera yang merupakan awak kapal Brahma 12 yang dibajak pada 26 Maret 2016 di perairan Filipina itu, dilepaskan oleh orang tak dikenal.