Penggiat HAM: Kita Tidak Mau Densus 88 Jadi Monster
- Moh Nadlir/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Revisi undang-undang antiterorisme mengundang banyak tanya, terutama setelah kematian terduga teroris Siyono oleh anggota Densus 88 Antiteroro Polri. Dewan Perwakilan Rakyat bahkan membentuk Pansus revisi UU Terorisme sekaligus membahas perlu tidaknya mengaudit Densus 88.
Keinginan DPR ini didukung penggiat hak asasi manusia (HAM), Todung Mulya Lubis. Menurut Todung, hal ini dilakukan agar aparat kepolisian, dalam hal ini Densus 88, tidak melakukan abuse of power dengan kekuatan yang dimilikinya saat ini.
"Kematian Siyono harus dijadikan momentum untuk melakukan audit Densus 88," kata Todung di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat, 29 April 2016.
Menurut laporan yang diterimanya, Densus 88 seringkali melakukan tindakan brutal dalam melakukan operasi. Dan kata Todung, hal tersebut sebenarnya bisa diantisipasi bila Densus 88 bersedia diaudit.
Todung menilai audit harus dilakukan secara transparan, terutama dari sisi anggaran. Ia mengusulkan DPR membentuk tim independen untuk melakukan audit.
"DPR punya kewenangan untuk melakukan itu. Kalau perlu buat tim independen ini melibatkan pihak lain seperti KontraS, Imparsial, Komnas HAM, Muhammadiyah dan yang lain," tuturnya.
Hasil audit bisa dijadikan materi bagi revisi antiterorisme. Selain itu, menurutnya, audit justru akan melindungi Densus 88 dan masyarakat dari pelanggaran HAM.
"Kita bukan anti Densus. Kita enggak mau Densus 88 jadi monster. Audit kinerja dan audit finansial Densus 88 agar semua berjalan sesuai hukum. Kita enggak mau Densus 88 jadi alat poltik," tegasnya. (ase)