Pansus RUU Terorisme: Kasus Siyono Ubah Penanganan Teroris
- D.A. Pitaloka/Malang
VIVA.co.id – Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme di DPR RI, Raden Muhammad Syafi'i, mengibaratkan terorisme saat ini seperti sebuah konspirasi besar, yang tengah mencoba membuat stigma pada anak bangsa.
"Di antaranya kabar mendirikan negara Islam. Itu akal-akalan, NKRI harga mati, umat Islam sebagai yang berjuang sejak awal hingga berdirinya NKRI," kata Syafi'i di gedung dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat, 29 April 2016.
Kemudian, terjadinya peristiwa bom di Thamrin beberapa waktu lalu, mendorong pemerintah mengajukan revisi undang-undang antiterorisme. Sebagai respons terhadap pertanyaan masyarakat yang menganggap aparat lengah saat itu.
"Kalau kita baca RUU yang diajukan pemerintah, arahnya penguatan wewenang, pemberatan proses dan pemberatan hukuman terhadap mereka yang diduga teroris," ujar Syafi'i.
Anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan, saat ini ada kekhawatiran di berbagai anggota DPR dengan revisi Undang-Undang Terorisme. Kekhawatiran ini mengacu pada kasus Siyono, terduga teroris asal Klaten, Jawa Tengah yang tewas di tangan tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror beberapa waktu lalu.
"Kita khawatir RUU ini hanya untuk membuat proses yang lama. Memperberat hukuman bagi terduga teroris dan mengabaikan HAM," tegasnya.
Menurutnya banyak keganjilan dalam peristiwa kematian Siyono di tangan Densus 88, sehingga mengubah opini dalam penanganan terhadap teroris.
"Siyono masih terduga sudah dieksekusi. Kalau menggunakan asas praduga tak bersalah, mereka yang tewas belum tentu bersalah. Jelas dan telanjang, aparat melanggar hukum," ungkapnya
Atas dasar itu, menurut politisi partai Gerindra ini, DPR pun membuat pansus revisi Undang-Undang Terorisme, karena berhati-hati menangani masalah ini.
"Oleh karena itu kita mengumpulkan banyak masukan. Masukan itu diantaranya membentuk tim independen pengawasan Densus 88. Melawan teroris harus dengan penegakan hukum dan menghormati HAM," ungkapnya.