Gerindra: Konsep Nawa Cita Jokowi Bukan Merusak Pesisir
VIVA.co.id - Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo, menilai aneh keputusan Presiden Joko Widodo yang melanjutkan proyek reklamasi yang bermasalah.
"Bagaimana bisa Presiden ngotot (berkukuh) melanjutkan proyek ini, sementara para pembantu di kabinetnya dan mitra kerja di DPR merekomendasikan agar reklamasi dihentikan," kata Edhy saat dihubungi pada Jumat, 29 April 2016.
Dia berpendapat, Indonesia memang perlu dibangun, tapi pembangunan harus berdampak positif dan menguntungkan rakyat. Dia mencontohkan proyek-proyek reklamasi seperti di Teluk Jakarta, Benoa, dan lain-lain.
Edhy menuntut Presiden menerbitkan Peraturan Presiden tentang kebijakan reklamasi yang menguntungkan rakyat, bukan menguntungkan pengusaha atau pengembang semata.
Politikus Partai Gerindra itu mengaku kesulitan menilai proyek reklamasi bermanfaat untuk rakyat, sementara nelayan harus digusur dan dijauhkan dari laut, yang selama ini menjadi tempat mata pencaharian mereka.
"Bila Presiden bicara poros maritim (visi pembangunan berbasis sumber daya bahari) sejatinya tidak merusak laut. Bila Presiden berbicara kerakyatan, sejatinya dia tidak membuat susah para nelayan. Ingat, konsep Nawa Cita adalah membangun Indonesia dari pinggiran, bukan merusak pesisir metropolitan," paparnya.
Presiden menggelar rapat terbatas yang membahas seputar reklamasi atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di Istana negara pada Rabu, 27 April 2016. Rapat itu memutuskan sejumlah hal penting.
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, menjelaskan proyek NCICD itu dinamakan Garuda Proyek, sebagai proyek besarnya.
"Proyek ini berbeda dengan reklamasi di pulau-pulau yang disebut ABC sampai 17 pulau. Presiden telah memberikan arahan sekaligus meminta Bappenas selama moratorium enam bulan ini untuk menyelesaikan planning (perencanaan) besarnya antara Garuda Proyek tadi, atau NCICD dengan terintegrasinya reklamasi yang 17 pulau," kata Pramono.
Pramono menjelaskan, dalam Garuda Proyek itu pemerintah akan mengendalikan penuh; tidak ada yang diserahkan kepada swasta. Semua dikendalikan dan diawasi pemerintah, yakni pemerintah pusat dan pemerintah daerah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat.