Ahok Bicara Kontrak Politik Soal Penggusuran
- Danar Dono
VIVA.co.id – Setelah gencar melakukan penggusuran, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama angkat bicara ihwal tagihan terhadap kontrak politiknya saat kampanye. Menurut Ahok, saat bersama Joko Widodo yang kini menjadi Presiden RI menggalang dukungan pada Pilkada 2012 silam, dia tidak mengetahui kawasan permukiman Pasar Ikan di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, sebagai jalur hijau yang harus bebas dari bangunan hunian.
"Waktu kami datang, kami enggak tahu kalau itu jalur hijau," ujar Ahok, sapaan akrab Basuki, di Balai Kota DKI, Kamis, 14 April 2016.
Menurutnya, karena Peraturan Daerah (Perda) DKI Tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menetapkan kawasan itu sebagai jalur hijau, dia memutuskan melakukan penertiban. Terlebih, empat wilayah Rukun Tetangga (RT) di Rukun Warga (RW) 004 Kecamatan Penjaringan juga merupakan tanah milik pemerintah.
Meski demikian, dia tetap mengklaim bahwa janji kampanye pasangan Jokowi-Ahok di Pemilihan Gubernur DKI tahun 2012 sama sekali tidak diingkari. Usai ditertibkan, warga direlokasi ke tempat yang lebih baik, rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang disediakan dengan harga sewa murah untuk mereka.
"Kalian (warga) yang tinggal di jalur hijau, harus dipindahkan ke wilayah yang bukan jalur hijau. Sesuai kan (dengan janji untuk menata Jakarta)?" ujar Ahok.
Setelah direlokasi, warga juga mendapat fasilitas berlimpah dari pemerintah, antara lain, pemberian layanan TransJakarta secara gratis, pemberian Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk anak warga, hingga unit rusunawa yang luasnya 1,5 kali luas hunian warga sebelumnya yang tanahnya bersertifikat.
"Janji kami betul, Jakarta menjadi lebih baik," ujar Ahok.
Sebelumnya, di tengah tindakan penertiban terhadap permukiman liar di kawasan Pasar Ikan yang dimulai pada Senin, 11 April 2016, warga mengungkit 'kontrak politik' yang sempat dibuat Jokowi pada masa menjelang Pilgub DKI tahun 2012.
Kontrak politik yang ditandatangani di Kelurahan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara itu memiliki tajuk 'Jakarta Baru: Pro Rakyat Miskin, Berbasis Pelayanan dan Partisipasi Warga'.
Huruf a poin dua berbunyi, 'legalisasi kampung ilegal, kampung yang sudah ditempati warga 20 tahun dan tanahnya tidak dalam sengketa, maka akan diakui haknya dalam bentuk sertifikat hak milik'.