Menimbang Bobot Prerogatif Presiden dalam Reshuffle
- VIVA.co.id/Ezra Natalyn
VIVA.co.id – Soal memilih, mencopot dan mengganti para menteri adalah hak prerogatif seorang presiden. Namun hak penuh itu tak bisa dimaknai sepenuhnya tanpa masukan dan pandangan dari pihak lain.
Dalam perombakan atau reshuffle di Kabinet Kerja misalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai wajar mendengarkan pimpinan partainya, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
"Bung Karno dulu juga melakukan hal yang sama. Betapa pun wibawa Bung Karno begitu besar dan boleh dibilang bisa menentukan segala-galanya, namun Beliau toh tetap mempertimbangkan masukan ketua partai-partai politik dalam menyusun kabinet," kata Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra saat dihubungi soal reshuffle, Selasa, 12 April 2016.
Aspek politik yang menentukan susunan kabinet, kata dia, tidak bisa diabaikan. Apalagi PDI Perjuangan adalah partai "kendaraan" Jokowi saat maju di pemilihan presiden. Selain itu, aspirasi partai-partai politik pendukung juga harus diperhatikan.
"Karena itu masukan dan pertimbangan Ketua Umum PDIP dalam reshuffle kabinet sekarang ini, khususnya untuk pos-pos kementerian tertentu dan personalia tertentu yang menjadi keberatan Ketua Umum PDIP seyogianya dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh Presiden Jokowi," katanya.
Menurut Yusril, masukan soal perombakan kabinet perlu diterima sehingga isu reshuffle tak terus menggantung. Di sisi lain, Jokowi dinilai perlu memiliki kabinet solid yang berisi para pembantu presiden yang benar-benar menjalankan program untuk rakyat.
Isu reshuffle Kabinet Kerja belakangan kembali mengemuka. Pasalnya, isyarat tak segan mengganti menteri dalam 2 kali kesempatan pada bulan lalu disampaikan Presiden Jokowi.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai partai politik yang baru mendukung pemerintahan seperti PAN juga patut dipertimbangkan 'jatahnya' di kabinet. (ase)