Panama Papers, Agus Hermanto Minta Penegak Hukum Bertindak
VIVA.co.id - Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto meminta, aparat hukum menindaklanjuti kebocoran dokumen Panama Papers. Pasalnya, dokumen itu menyebutkan simpanan uang triliunan pengusaha dan pejabat Indonesia di luar negeri.
"Kalau masuk ke dalam ranah hukum, tentunya kami serahkan seluruhnya kepada aparat hukum seperti KPK, Kejaksaan (atau kepolisian). Tentunya diselidiki secara tuntas," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 April 2016.
Agus menambahkan, apabila ada yang perlu diungkap dari bocoran dokumen Panama Papers tersebut harus segera diungkap. Sehingga tidak ada rasa kecurigaan dan semua pihak bisa kembali bekerja secara normal.
"Karena kasus Panama ini menggemparkan dunia," ujar Agus.
Mengenai desakan percepatan pengesahan Undang-Undang Tax Amnesty sebagai efek terbongkarnya Panama Papers, menurut Agus, fraksi-fraksi di DPR belum seluruhnya menyetujui rancangan undang-undang tersebut.
"Yang kami ketahui RUU Tax Amnesty belum ada kesepakatan di seluruh fraksi, sehingga pada saat sebelum masa sidang kemarin kami belum bisa melaksanakan pembahasanya karena memang sebagian belum menyetujui usulan-usulan RUU Tax Amnesty," ujarnya menerangkan.
Politikus Partai Demokrat itu menjelaskan bahwa para anggota DPR masih melakukan kajian terkait Tax Amnesty. Dia mengatakan mereka harus memperhatikan secara pasti faedah dari tax amnesty, misalnya bisa mendapatkan aliran dana yang masuk, tidak melanggar undang-undang, kemudian apakah sudah sesuai dengan good governance atau tidak.
"Apakah betul bisa memperbaiki ekonomi kita," tutur Agus.
Panama Papers merupakan bocoran dokumen yang mengungkap adanya investasi bodong dan pengemplang pajak, melibatkan klien-klien dari perusahaan hukum berbasis di Panama, Mossack Fonseca.
Menurut International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), yang bermitra dengan media Jerman, Suddeutsche Zeitung, untuk merilis dokumen tersebut, data di dalamnya melibatkan 200 negara dan kekuasaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Ada nama 140 politisi dan pejabat publik juga di dalamnya, termasuk 12 penguasa negara, di antaranya Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Islandia, Sigmundur David Gunnlaugsson.
(mus)